Di sebuah kota
tinggallah dua orang bijak yang sudah hidup bersama selama
30 tahun.
Selama itu mereka belum pernah sekalipun bertengkar. Suatu hari
seorang dari
mereka berkata, ''Tidakkah kau berpikir bahwa inilah saatnya
kita
bertengkar, paling tidak sekali saja?''
Kawannya
menyahut, ''Bagus kalau begitu! Mari kita mulai. Apa yang harus
kita
pertengkarkan?'' Orang bijak pertama menjawab, ''Bagaimana kalau
sepotong roti
ini?''
''Baiklah,
marilah kita bertengkar karena roti ini. Tapi, bagaimana kita
melakukannya?''
tanya orang bijak kedua. Orang bijak pertama lalu berkata,
''Roti ini
punyaku. Ini milikku semua.'' Orang bijak kedua menjawab,
''Kalau
begitu, ambil saja.''
Para pembaca yang
budiman, alangkah damainya dunia ini kalau kita semua
berperilaku
seperti dua orang bijak tersebut. Coba Anda renungkan,
bukankah
pertengkaran, perselisihan, dan peperangan yang terjadi di dunia
ini bersumber
dari keinginan kita untuk meminta sesuatu dari orang lain?
Kita suka
meminta, tapi sayangnya kita tak suka memberi.
Di rumah kita
meminta perhatian pasangan kita, meminta anak-anak memahami
kita, meminta
pembantu melayani kita. Di tempat kerja, kita meminta
bantuan
bawahan, meminta pengertian rekan sejawat, dan meminta gaji yang
tinggi pada
atasan. Di masyarakat, mereka yang mengaku sebagai pemimpin
selalu meminta
pengertian dan kesabaran masyarakat, meminta masyarakat
hidup
sederhana dan mengencangkan ikat pinggang.
Bahasa kita
sehari-hari adalah ''bahasa'' meminta. Mengapa kita suka
meminta tetapi
sulit memberi? Ada logika yang sepintas lalu masuk akal.
Logika
tersebut mengatakan, ''Dengan meminta milik Anda akan bertambah,
sebaliknya
dengan memberi milik Anda akan berkurang.'' Pikiran semacam ini
menimbulkan
ketamakan dan perasaan takut untuk berbagi.
Padahal hukum
alam menyatakan yang sebaliknya. Justru dengan banyak
memberi, kita
akan banyak pula menerima. Coba perhatikan orang yang
disenangi
dalam pergaulan. Merekalah orang yang suka memberi. Sebaliknya
orang-orang
yang dibenci adalah orang yang pelit dan tak pernah memberi.
Keinginan
untuk memberi tak ada kaitannya dengan banyaknya harta yang kita
miliki. Ada
orang yang kaya raya tapi sulit sekali memberi. Mereka selalu
mengatakan,
''Kalau banyak memberi, kapan saya bisa kaya seperti ini?''
Mereka tak mau
memberi karena takut miskin. Seolah-olah dengan memberi
mereka akan
terkuras habis. Mereka sesungguhnya orang yang benar-benar
miskin. Karena
bukankah ketakutan akan kemiskinan merupakan kemiskinan itu
sendiri?
Sebaliknya ada
orang yang sederhana tetapi senantiasa mau berbagi dengan
orang lain.
Mereka inilah orang-orang yang kaya. Yang menjadikan kita kaya
sebenarnya
bukanlah seberapa banyak yang kita miliki, tetapi seberapa
banyak yang
kita berikan kepada orang lain.
Sumber
kekayaan yang sejati sebenarnya terletak di dalam diri kita
sendiri.
Sayangnya, banyak orang tak sadar. Mereka sibuk mengumpulkan
permata dan
berlian, lupa bahwa permata yang ''asli'' sebenarnya ada di
dalam diri
kita sendiri.
Namun, hal itu
tak terjadi begitu saja. Ibarat menggali permata yang ada
di dalam bumi,
Anda juga harus melakukan penggalian ke dalam diri kita.
Nah, begitu
Anda melakukan perjalanan ke dalam, Anda akan mulai merasakan
efeknya.
Mula-mula,
beberapa masalah fisik yang berlarut-larut akan terhapuskan,
kemudian
masalah-masalah emosi yang pelik akan terselesaikan. Teruskan
menggali, Anda
akan merasakan hidup yang bermanfaat, dan akhirnya akan
timbul suatu
kesadaran bahwa kita semua adalah satu dan tak bisa
dipisah-pisahkan.
Untuk bisa
menggali, Anda perlu menemukan kuncinya. Tanpa kunci ini
perjalanan
Anda akan sia-sia belaka. Anda ingin tahu kuncinya? Jawabnya
adalah: dengan
memberi kepada orang lain!
Jangan salah,
memberi tak selalu harus berkaitan dengan materi dan uang.
Kahlil Gibran
mengatakan, ''Bila engkau memberi dari hartamu, tiada
banyaklah
pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian
yang penuh
arti.
'' Ada banyak
sekali kesempatan bagi kita untuk memberi. Anda bisa
memberikan
perhatian, pengertian, waktu, energi, pemikiran, pujian, dan
ucapan terima
kasih. Anda bisa memberikan jalan bagi pengendara mobil lain
di jalan raya.
Anda juga bisa sekedar memberikan senyuman. Hal-hal yang
sederhana ini
dapat berarti banyak bagi orang lain.
Orang yang
enggan memberi adalah mereka yang tak pernah belajar dari
kehidupan itu
sendiri. Padahal esensi kehidupan adalah memberi. Tuhan
sebagai sumber
kehidupan adalah Sang Maha Pemberi. Lihatlah, betapa Tuhan
telah
memberikan segalanya tanpa pilih kasih, tak peduli kita baik ataupun
jahat. Inilah
unconditional love, sebuah cinta tanpa syarat.
Seorang ibu
juga adalah pemberi yang tulus, yang telah memberikan seluruh
hidupnya untuk
anak-anak yang dicintainya. Sebuah lagu menggambarkan hal
ini dengan
sangat indah, ''Kasih ibu kepada beta/Tak terhingga sepanjang
masa/Hanya
memberi tak harap kembali/Bagai sang surya menyinari dunia.''
Sumber:
Belajar dari Sang Surya oleh Arvan Pradiansyah, Penulis Buku You Are A Leader!
Dosen FISIP UI dan Pengamat Manajemen
No comments:
Post a Comment