Wednesday, February 29, 2012

Leap year....cerpen lagi

hari ini tanggal 29 Februari 2012, dan tanggal hari ini terjadi setiap 4 tahun sekali, so bagi yang ultah di hari ini pasti seneng banget karena akhirnya tiba juga hari ultahnya...
tahun ini disebut tahun kabisat....
atau dalam bahasa Inggris : leap year
ngelanjutin cerita tentang cerpen, hari ini publish cerpen karya saia lagi ya...selamat membaca.........


-AKHIR DARI SEBUANG DONGENG-
Hidup ini tak seindah dongeng. Mungkin itu adalah kalimat klise yang sering diucapkan agar manusia sadar diri tak boleh terlarut dalam kebahagiaan yang hanya sementara. Ketika sang pangeran bertemu dengan putri cantik maka hiduplah mereka dengan bahagia selamanya….karena kehidupan yang sebenarnya baru akan dimulai ketika cerita dongeng itu berakhir. Arcey namanya, hidupnya di sebuah panti penampungan anak terlantar menjadikannya selalu bersemangat menghadapi lika-liku hidup ini. Pembawaannya yang riang dan selalu ceria selalu membuat semua orang sayang padanya. Hari ini adalah ulang tahun Arcey yang ke-12, ulang tahun yang paling membahagiakan untuknya, ulang tahun yang merupakan awal kisah dongeng yang akan dijalaninya.

Sudah beberapa hari ini, bunda Nia menerima tamu yang selalu datang berkunjung. Anak-anak penampungan sering mengintip apa yang dilakukan bunda Nia terhadap pasangan yang selalu menjadi tamu rutinnya dua minggu belakangan ini. Pasangan itu bernama Bapak Ardi dan Ibu Shella. Dan hari yang ditunggu pun tiba, dimana pasangan ini ingin mengadopsi salah satu dari antara mereka dan pilihan itu jatuh pada Arcey. Suasana itu menjadi kado terindah untuk Arcey yang ditinggal keluarganya saat terjadi bencana hebat dimana hanya Arcey yang selamat sekaligus menjadi lagu sedih di antara para sesama penghuni panti penampungan. Tapi, demi kebahagiaan Arcey, mereka semua akhirnya bergembira sambil mengucapkan salam perpisahan pada Arcey dan berjanji akan saling berkirim kabar.

“Cey, jangan lupa sama kita-kita di sini ya…”, seru Tania sahabatnya.
“Pasti, Tan…,”sahut Arcey lagi.
“Kalau sudah di Jakarta langsung kirim surat, Cey…” seru Marco.
“Iya, Co…pasti…”, sahut Arcey sambil menyalami semua teman-teman panti.

Mobil mewah itu meninggalkan Malang menuju Jakarta. Dan, disinilah dongeng itu dimulai. Kelihatannya Bapak Ardi dan Ibu Shella Wirajaya ini adalah orangtua yang menyenangkan dengan kehidupan yang harmonis. Tapi, Arcey tidak melihat hal itu ketika ia bersama mereka. Ada sesuatu yang disembunyikan mereka terhadap Arcey. Arcey tiba di Jakarta di rumah megah keluarga Wirajaya. Bahagia sekali rasanya tinggal dengan keluarga lengkap seperti yang selama ini selalu diidam-idamkan oleh Arcey. Semuanya tersedia dan tidak akan lagi ia kekurangan suatu apapun.

Sudah satu bulan ini Arcey tinggal bersama dengan keluarga Wirajaya. Tapi, tidak pernah Arcey melihat mereka berdua berbicara satu sama lain. Beda sekali seperti waktu mereka datang ke panti dan berbicara dengan bunda Nia. Tapi Arcey tidak ingin begitu mengetahui permasalahan mereka, karena mereka pun tak mengizinkan Arcey untuk mengetahui lebih lanjut.

Delapan tahun sudah Arcey tinggal di rumah keluarga Wirajaya dan dalam delapan tahun inipun hidup Arcey bagai dongeng. Hidup dilimpahi dengan segala keindahan, kekayaan, kemegahan dan tidak ada kesulitan berarti selain dari kediaman ayah dan ibu yang mengangkatnya, tapi dengan Arcey mereka baik-baik saja, hanya bila mereka berdua, seperti ada tembok menghalangi. Dan tepat di ulang tahun ke-20 nya, dongeng itu pun harus berakhir. Awalnya dari kedatangan konglomerat Ardhanawiga. Sang putera tunggal, Nick Ardhanawiga yang baru saja menamatkan gelar doktornya di bidang manajemen bisnis dari Amerika di usianya yang belum 30 tahun diajak serta. Kebetulan, Pak Ardhanawiga ini berniat untuk menikahkan Nick dengan tunangannya semasa dia di Amerika, Elaire Samin dan memperkenalkan CEO baru di kerajaan bisnisnya, yaitu Nick, anaknya sendiri.

Tidak ada kesan berarti bagi Arcey mengenai Nick yang akan menjadi CEO di tempat di mana ayah bekerja. Ayah pun begitu antusias sekali menyambut Nick. Nick adalah sesosok pangeran impian yang diimpikan banyak putri cantik dari negeri dongeng. Dengan perawakan yang maskulin dan elegan, membuat Nick menjadi daya tarik yang luar biasa bagi siapa saja yang melihatnya. Wajahnya seperti enggan tersenyum, tapi dia memiliki garis wajah tegas dan misterius. Arcey mengamati semua percakapan yang tidak dimengerti olehnya. Tatapan wajahnya melihat ke arah ibu yang kurang bersemangat. Entah ada apa di antara mereka.

Percakapan itu diakhiri dengan keputusan bahwa Arcey untuk sementara tidak meneruskan kuliah dulu yang tinggal mengambil skripsi. Sesuatu yang tidak dimengerti oleh Arcey.
“Yah,…kenapa aku harus cuti kuliah? Kan tinggal ambil skripsi, yah…” tanya Arcey.
“Ah, kuliah kan bisa ngambil nanti-nanti…kesempatan itu tidak datang dua kali, Cey…” jawab ayah.
“Tapi, kenapa begitu, yah….?” tanya Arcey lagi.
“Arcey jangan banyak tanya ya….yang penting ini kan untuk Arcey juga….”, sahut ayah sambil berlalu pergi.

Arcey melihat ibu hanya terdiam membisu. Dan Arcey merasa tidak ada gunanya untuk berbicara dengan ibu. Mau berkirim surat ke Bunda Nia, Arcey tidak mau membuat bunda Nia jadi sedih. Kirim surat ke Tania, Marco atau teman-teman lain, sepertinya tidak sanggup ia menceritakannya…teman-temannya sudah memiliki kehidupan masing-masing dan mereka sangat bahagia. Arcey tidak ingin masalahnya membuat teman-temannya bersedih hati. “Lagipula ini bukan masalah….hanya sementara waktu cuti kuliah, nanti kan bisa melanjutkan lagi…” Arcey berkata dalam hati untuk menghibur diri.

Hari pertama Arcey di kantor Ardhanawiga Company tidak begitu baik dikarenakan dia belum begitu paham seluk beluk dunia kerja. Posisinya sebagai technical project membuat ia harus sering-sering bertanya dengan orang yang mumpuni di bidangnya. Pekerjaan Arcey sebenarnya membuat presentase project yang akan dilakukan. Tapi masalahnya, CEO yang baru itu sangat amat perfeksionis. Dia bisa menghalau project siapa saja yang dianggapnya tak bermutu. Tidak pernah memikirkan perasaan orang lain entah itu sakit hati atau tersinggung, dan Arcey mengalaminya.

“Project apaan ini!!!!” Nick melempar presentase project Arcey yang dibuatnya dengan susah payah hampir mengenai muka Arcey.
Seketika, muka Arcey pucat…belum pernah ia mendapatkan perlakuan seperti ini, baik di panti maupun di rumah.

“Heh!!, ga bisa ngomong kamu!!!, kamu sekolah nggak??!!! Pake dong otak kalau kerja!!!, hardik Nick lagi.
“I…i….ini….pak….” Arcey menjawab terbata-bata.
“Hah….nggak jelas kamu ini, panggil supervisor kamu…Arman!!!!!, panggil Nick keras.

Pak Arman yang baik hati itu dimarahi habis-habisan oleh Nick membuat Arcey jadi sedih dan merasa bersalah. Setelah keduanya keluar dari ruangan Nick, Arcey mendatangi ruangan Pak Arman.

“Pak Arman, saya minta maaf, pak….gara-gara saya Bapak dimarahi oleh Pak Nick…” sahut Arcey dengan nada yang menggambarkan penyesalannya.
“Tidak apa-apa kok, Cey…jangan diambil hati kata-kata Pak Nick ya…” seru Pak Arman lembut.
Arcey hanya mengangguk. Tapi bukan kali itu saja Arcey kena getahnya, dalam sebulan sudah empat kali dia di panggil dan dibentak karena kesalahannya. Arcey jadi sedih dan berniat untuk mengundurkan diri saja dan hal itu sangat di tentang oleh ayah.
“Apa-apaan kamu…!!” seru ayah marah.
“Arcey selalu salah, Yah….nanti Arcey malah bikin malu ayah…” Arcey menunduk sedih.
“Cey, ayah yakin kamu anak yang baik dan kamu memiliki kemampuan itu, Nak…” ayah berkata lembut sambil mengelus rambut Arcey.
“Iya, yah…doaian aku ya, yah….” Sahut Arcey lagi.

Ayah dan ibu bangkit berdiri meninggalkan Arcey. “Kasihan anak itu….” sahut ibu. Ayah hanya diam. “Seharusnya kita mengatakan padanya, dia kita jadikan jaminan kalau kita akan melunasi semua hutang kita….” kata ibu lagi.
Ayah hanya terdiam membisu. Masalahnya adalah hutang piutang. Sejak lama Pak Ardi dan Ibu Shella menginginkan seorang anak. Dulu, akibat kelalaian mereka, sang anak meninggal karena terjatuh ke kolam renang saat berusia balita dan sejak saat itu ibu Shella mengalami shock berat. Keputusan untuk mengambil Arcey sebagai anak adalah keputusan terbaik. Selama Shella shock, Ardi malah uring-uringan, berjudi, membuang-buang uang sehingga memiliki setumpuk utang. Utang yang terbesar adalah waktu terjadi penggelapan uang perusahaan Ardhanawiga yang dikorupsi oleh Ardi. Pak Ardhanawiga memberi kesempatan pada Ardi untuk melunasi utangnya dan tidak membawa perkara itu ke kantor polisi. Selama ini bisa dikatakan gaji Ardi dipotong 50% untuk pembayaran utang. Tapi, tetap saja utang masih menumpuk. Ardi sudah tidak mampu lagi membayar uang kuliah Arcey dan kehidupan mewah mereka. Harus ada yang dikorbankan, sementara Ardi sudah berumur. Ardi akhirnya mengorbankan Arcey untuk bekerja di sana sebagai sumber penghasilan mereka.

Arcey bingung apa yang terjadi dengan keluarganya. Rumah mereka dijual dan segala asset mereka dijual. Mereka kini pindah ke rumah yang sederhana, tapi Arcey menyukainya. Sudah tidak ada lagi supir dan mbak yang melayani di rumah mereka. Biarpun Arcey bingung dan ingin bertanya, dia sudah cukup besar untuk mengerti apa yang terjadi di rumah mereka.

Ardi dan Shella sangat menyayangi Arcey seperti anak mereka sendiri. Melihat Arcey seperti melihat malaikat, mereka sangat bahagia. Ayah sebenarnya sedih harus membiarkan Arcey bekerja, tapi hutang yang menumpuk mengalahkan segalanya. Kedengarannya memang klise, seorang anak dikorbankan untuk hutang keluarga. Arcey akhirnya mengetahui semua itu ketika ia tak sengaja lewat waktu ayah dan ibu bercakap-cakap. Arcey tak ingin membuat ayah dan ibu sedih, jadi dia putuskan untuk tidak lagi kuliah (kalau sebelumnya hanya cuti) demi keuangan keluarga.

Seorang wanita elegan memasuki ruangan kantor dengan wanginya yang menusuk. Arcey melihat wanita itu masuk dan memarahi Chilla, sekretaris Nick yang menyuruhnya untuk menunggu sembari Chilla menelpon Nick. Tidak tahu apa yang dilakukan wanita itu di dalam, karena tidak berapa lama, wanita itu bergelayut manja dengan Nick di sebelahnya. Setelah keduanya pergi, mulailah bisik-bisik dimulai…

“Eh, itu kan tunangannya Pak Nick, namanya Elaire…” bisik Chilla.
“Ih, gayanya nggak banget deh…” cibir Risa.
“Katanya lulusan Amerika tuh…” bisik Mindy.
“Ih, Amerika gayanya kayak ketumpahan parfum….” cibir Risa lagi.
“Eh, Cey…diem aja lo…” Mindy menyikut Arcey. Arcey kaget.
“Saingan berat lo tuh, Cey…” seru Mindy lagi.
“Saingan gimana mbak Mindy…?” tanya Arcey tak mengerti.
“Ya elah ini anak ….polos banget sihhhh….” Risa berkata gemas melihat tatapan innocent Arcey.
“Lo tau gak, Cey…denger-denger, dia tuh mau ngajuin proyek gitu deh…tapi adenya sih…bisa kalah lo, Cey, secara lo harus dapat tanda tangan Pak Nick, dan lo tau kan, Pak Nick itu sensi banget sama lo, Cey…pastinya lo bakal ditolak…pastinya adenya si Elaire itu yang akan dapat….” Mindy berceloteh.
Arcey diam. Arcey memang sedang mengerjakan sebuah mega proyek dimana mega proyek ini bisa membangun kembali kesejahteraan keluarga. Tapi, biarpun presentasinya sangat amat bagus dan meyakinkan bahkan banyak dilirik investor, tanpa tanda tangan Nick semua itu sia-sia saja.
“Cey…” Mindy membuyarkan lamunan Arcey.
“Hmmm, kan belum tentu juga mbak project adenya ibu Elaire diterima kalau tidak bagus…” Arcey akhirnya bicara.
“Cey…cey…..anak siapa sih lo?? Baik banget…” Risa geleng-geleng kepala.
“Chill…coba lo kasih tau sama nih anak bungsu kita….tentang bos lo itu…” Mindy menoleh ke arah Chilla.
“Cey,…Pak Nick itu…kalau yang namanya udah ibu Elaire yang minta, susah nolaknya…ga bakal ditolak malahan,,,jadi kayaknya kamu harus siap-siap menyerah kalah deh…” sahut Chilla tidak sampai hati dia membayangkan hardikan keras Nick yang akan menghujani Arcey.

Arcey diam. Dalam hati dia tetap berkeyakinan kalau projectnya kali ini akan berhasil. Di kantor, di rumah dan dimanapun ia menyerahkan segenap waktunya untuk membuat projectnya. Arcey tidak terlalu berharap projectnya diterima, paling tidak dilirik sebentar oleh Nick pun tak jadi masalah.
Hari presentasi yang ditunggu pun tiba. Semua project harus masuk paling lambat pukul 16.00. Setelah jam tersebut, kesempatan ditutup. Hujan deras menghambat perjalanan Arcey. Dia menyalahkan diri sendiri karena lupa membawa projectnya ke kantor tadi pagi dan baru ingat pada pukul 2 siang. Semalam ia mengerjakan sampai pagi, tak sempat sarapan pula. Arcey tiba kembali untuk memasukkan project pada pukul 16.10. Lewat 10 menit dari waktu yang ditentukan. Chilla tidak bisa berbuat apa-apa, karena semua project sudah masuk ke ruangan Nick. Biar Arcey memohon sekalipun, Chilla tetap tidak bisa memasukkan project Arcey.
“Mbak Chilla, tolong saya dong mbak….” pinta Arcey memelas.
“Nggak bisa, Cey…kamu kan tahu gimana Pak Nick…” Chilla menatap Arcey iba.
“Tapi, mbak…..” Arcey belum selesai berkata-kata ketika Nick keluar dengan wajah batu.
“Pak….” Chilla jadi serba salah.

Nick menatap Arcey yang basah kuyup karena kehujanan. Tapi mukanya tetap sama, tak ada perubahan. Tidak lama kemudian, datanglah Elaire dengan suara manjanya. Wajah Nick tetap tidak berubah.
“Halo honey….maaf ya….aku telat…ini, aku mau masukin project adikku…” seru Elaire manja.
“Maaf bu…penerimaan project su…..” belum selesai Chilla berkata, dipotong langsung oleh Nick, “ bawa project Elaire ke meja saya, Chilla…..”.
Chilla tidak banyak berkata-kata lagi, ia mengambil project Elaire dan membawanya masuk ke ruangan Nick.

“Pak Nick…..”, Arcey memberanikan diri bicara.
Nick menoleh ke arah Arcey dan Elaire juga.
“Maaf, pak… saya terlambat..tapi bolehkah…..” belum selesai Arcey bicara, dijawab dengan kasar… “Tidak…kamu terlambat…”
“Tapi, pak…ibu Elaire juga terlambat, tapi kenapa masih…..” Arcey tak melanjutkan kata-katanya melihat sikap dingin Nick.
“Maaf, pak…” Arcey menunduk.
Elaire mendengus, “jangan samakan dirimu dengan aku!!”
Arcey menatap kepergian Nick dan Elaire.
“Sabar, Cey…” ucap Chilla prihatin.
“Mbak…saya sudah buat project ini sebulan tanpa henti, mbak…tapi kenapa dilirik pun tidak….” Arcey mulai menangis.
“Sabar, Cey….” Hibur Chilla.
“Terima kasih, mbak….” sahut Arcey  dan kemudian berlalu pergi. Chilla memandang dengan tatapan penuh iba.

Ayah dan ibu tidak tahu harus berkata apa melihat Arcey dengan sedih pulang ke rumah. Ayah dan ibu sudah menduga semua projectnya gagal. Mereka ingin menghibur Arcey, hanya bingung saja bagaimana harus menghiburnya. Dibiarkannya Arcey melamun dalam kesedihan, karena merekapun tak tahu harus berbuat apa.

“Marco!!!” pekik Arcey senang.
“Cey….!!!” Marco pun tak dapat melukiskan kebahagiaannya.
“Ngapain disini….?” tanya Arcey.
“Ih, kamu yang ngapain?? Aku disini diajak kakak angkatku untuk presentasi project” sahut Marco.

Hal yang tidak diduga-duga. Marco ternyata diangkat menjadi anak keluarga Samin. Hal yang tidak disangkanya juga, kalau Marco-lah pesaingnya dalam memenangkan project ini. Tepat pukul 12 siang presentasi selesai, tapi sikap Marco siang ini sangat berbeda dengan Marco yang disapanya tadi pagi. Berbeda dengan Marco yang dulu sering bermain bersama dirinya dan Tania. Kali ini ia bersikap seolah-olah tak mengenali Arcey. Arcey bingung dengan sikap Marco. “Maaf, Cey….aku tidak bisa mengaku kalau aku anak dari panti seperti dirimu…Elaire akan membuat kamu lebih sengsara lagi bila ia mengetahui kamu, sahabatku adalah pesaingku. Ia bukan orang yang baik, Cey..jadi, daripada nanti dia bertindak tidak baik kepadamu adalah lebih baik bila kita tidak saling kenal…” bisik Marco dalam hati.

Pertemuan dengan Marco saat presentasi adalah kali terakhir Arcey melihatnya. Entah kenapa, menurut Chilla, Marco memutuskan menunda projectnya dan memilih kuliah Master di Amerika. Tidak ada yang tahu motif kepergian Marco selain Marco sendiri. “Maafkan aku, Cey…pergi tanpa pamitan kembali….Bila kepergianku bisa membuat Arcey memenangkan mega proyeknya, maka aku adalah orang yang paling bahagia yang pernah ada di muka bumi ini…” seru Marco dalam pesawat yang membawanya terbang ke Amerika.

Arcey bahagia telah mengetahui kehidupan Marco di keluarganya yang baru. Dia juga mendengar sekarang Tania telah hidup mandiri sambil sesekali menengok bunda Nia. Ingin rasanya berada di pelukan bunda Nia, menceritakan segala yang ada di dalam hatinya. Tapi, untuk sekarang ini hal tersebut tidak mungkin dapat dilakukan karena keterbatasan financial. Arcey tak ingin membuat bunda sedih ataupun memikirkan keadaannya, Arcey ingin bunda selalu mengetahui kalau Arcey bahagia dengan keluarga barunya.

Arcey berusaha mencari jalan agar projectnya bisa masuk kualifikasi. Berkat usaha dan penantiannya, akhirnya kesempatan itu datang juga. Agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama, sehari sebelumnya Arcey telah menitipkan projectnya pada Chilla. Hari yang ditunggu pun tiba, hari presentasi project. Tibalah giliran Arcey, dengan begitu semangat Arcey berdiri untuk memulai presentasinya. Terlihat olehnya perubahan wajah Nick yang tiba-tiba mulai tak bersahabat. Belum selesai kalimat pembuka presentasinya, Nick langsung berujar.. “cukup…hentikan…selesai…ditolak!!!”
Arcey kaget dan berkata, “ tapi, pak….?”
“Tidak ada tapi-tapian…” seru Nick tegas sambil berdiri.
“Bapak dengar dulu hasil presentasi saya…” Arcey masih mencoba berusaha.
“Saya tidak mau dengar…” ucap Nick tajam.
“Tapi, pak…” Arcey masih mencoba berkata-kata.
“Kamu itu terlalu banyak tapi…tapi….dasar tak berguna!!!” hardik Nick.
“Pak, tolong beri saya kesempatan…” pinta Arcey lagi.
Nick tetap bergeming. Ia tak peduli walau Arcey meminta dan meminta kesempatan diberikan padanya. Arcey hanya terdiam membisu, tak tahu harus berkata apa lagi, karena Nick tetap pada keputusannya tidak akan memberi kesempatan pada Arcey.

Elaire yang ada disitu tersenyum puas. Ia akan memenangkan project itu. Chilla hanya menatap Arcey dengan pandangan iba. Arcey masih mencoba meluluhkan hati Nick,tapi Nick tetap tak peduli.

Ada berita mengagetkan pagi ini. Project Elaire diterima dan itu artinya ia akan membuat sebuah mal dilengkapi dengan kondominium elite di kawasan Malang. Ya…di kawasan tempat panti bunda Nia. Arcey menghubungi bunda Nia yang sedih hatinya mendengar kabar penggusuran itu. Tak ada yang dapat dilakukan Arcey selain mendapat tanda tangan Nick untuk membatalkan project itu.

Arcey menunggu sampai Nick pulang, tapi Nick tak mempedulikannya. Ia berusaha menemuinya di lobi, Nick malah mengacuhkannya. Project itu memang belum direalisasikan dalam waktu dekat ini, karena harus mengurus segala macam izin, dll tapi setidaknya sudah ada kepastian bahwa akan dibangun dalam setahun ke depan.

Pada saat yang ditentukan, keluarga Wirajaya tetap tidak bisa membayar hutang. Keluarga Ardhanawiga berencana membawa kasus ini ke pengadilan. Arcey memohon kepada Pak Ardhanawiga untuk memberi kesempatan, bahkan dia rela tidak digaji asal ayah tidak dibawa ke kursi pesakitan. Salah satu kerabat Ardhanawiga mengatakan, harus ada jaminan kalau Arcey bersedia untuk membayar hutang dan itu artinya ada perjanjian selama setahun dimana Arcey harus menikah dengan Nick dan berakhir setahun kemudian. Arcey terdiam dan kaget mendengarnya, begitu juga Nick dan Elaire. Hal tersebut menambah benci Elaire terhadap Arcey.

Ayah dan ibu tidak bisa berkata apa-apa, begitu juga Arcey. Akhirnya, cerita sinetron pun dimulai. Keduanya mau tidak mau setuju memenuhi perjanjian itu. Tidak banyak yang tahu tentang pernikahan semu ini, hanya keluarga dekat saja yang tahu. Arcey pun pindah dari rumah sederhana Wirajaya ke rumah mewah Ardhanawiga. Ingatannya kembali ke masa lalu, ke masa hidupnya bagai dongeng.

Pertama kali memasuki rumah itu, Arcey diperlakukan layaknya orang asing yang tidak diharapkan. Ia tidur di dalam gudang kotor yang hanya dialasi oleh ubin dingin. Arcey sedih sekali, tapi ia tak pernah menceritakan hal itu kepada ayah dan ibu. Setelah seminggu tinggal di gudang, Arcey ditempatkan di samping kamar pembantu, tanpa kasur dan selimut…hanya beralaskan keramik dingin. Arcey mengalasinya dengan kertas koran yang dimintanya dari Mbok Minah yang sayang padanya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan untuk datang, jadi sesekali Arcey yang mengunjungi mereka. Bapak dan Ibu Ardhanawiga tidak begitu peduli dengan kehadiran Arcey. Di rumah itu juga tinggal Om dan tante Nick yang juga tidak menyukai Arcey. Nenek juga tidak menyukai Arcey awalnya, tapi seiring waktu, Nenek mulai menyukainya. Arcey gadis yang baik dan ceria, Nenek sangat menyukai cara Arcey bercerita menghiburnya.

Masalah project belum selesai, ayah kembali ditipu temannya dan seluruh tabungan ludes. Ayah shock dan masuk rumah sakit. Ayah memerlukan dana 10 juta untuk operasi dan harus ada malam ini. Ibu hanya menangis tidak tahu harus berbuat apa. Arcey bingung, minta tolong kepada siapa, teman-teman kuliahnya pastinya belum ada yang bekerja untuk dimintai tolong, Marco di Amerika, bunda Nia?? Ah, tak ingin dia mengganggu bunda Nia dengan masalahnya. Satu-satunya harapan Arcey adalah Nick. Minta tolong sama nenek, nanti nenek bisa salah kaprah mengenai kedekatan mereka. Akhirnya Arcey memberanikan diri untuk minta tolong pada Nick.

Sejak hari pernikahan mereka sampai hari ini sudah tiga bulan berlalu, Nick tidak pernah bicara sepatah katapun pada Arcey. Sebenarnya ada perjanjian dimana Arcey tidak boleh minta apapun menyangkut dengan uang dan keluarganya. Arcey melihat kamar kerjanya masih menyala lampunya sehingga ia memberanikan diri untuk mengetoknya. Tidak ada jawaban, akhirnya Arcey masuk.
“Maaf….” Belum selesai Arcey berkata langsung dipotong Nick “ ada apa?”
Ragu-ragu Arcey berbicara, “aku mau minta to……” yang langsung disambar oleh Nick, “Minta tolong apa? Minta pinjam uang? Karena ayahmu masuk rumah sakit dan harus operasi kalau tidak operasi akan lumpuh???” seru Nick ketus.
“Iya…” sahut Arcey.
“Kamu pikir kamu itu siapa? Berani-beraninya minta seperti itu….” dengus Nick.
“Tapi aku akan ganti, Nick….”seru Arcey lagi.
“Ganti?? Ganti pake apa? Hidupmu udah susah kok malah bilang mau ganti!!!” seru Nick tajam.
“Pasti aku ganti, kalau tidak, aku bersedia tidak digaji sampai hutangku lunas” Arcey masih berusaha melunakkan hati Nick.
Nick menoleh hendak menghardik Arcey tatkala Elaire masuk.
“Heh, ngapain kamu disini?” hardiknya kasar.
Arcey kaget melihatnya. Seketika keringat dingin mengucur ke seluruh telapak tangan Arcey. Jika Elaire tahu ia mau berhutang pada Nick, hal itu akan diberitahukan kepada seluruh keluarga Ardhanawiga dan Arcey tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi. Arcey hanya diam. Tak mendapatkan jawaban, tak menyurutkan niat Elaire untuk bertanya pada Nick. Arcey kaget sekali, ia berharap Nick tidak mengatakan maksud dan tujuannya untuk datang ke kamar kerja Nick. Karena dalam perjanjian tertulis, sekali saja Arcey berniat berhutang pada mereka, maka rumah sederhana mereka akan disita. Nanti dimana ayah dan ibu akan tinggal?

Arcey hanya menunduk lemas dan berharap Nick tidak mengatakannya pada Elaire. Nick pun dengan kesal menjawab : “Dia…mau aku….” Nick tak melanjutkan kata-katanya ketika melihat Arcey menatapnya dengan tatapan menghiba… “Dia datang karena kupanggil, kerjaannya banyak yang tidak beres….” lanjut Nick lagi. Arcey kaget mendengar kalimat Nick barusan. Nick tidak mengatakan bahwa dia ingin berhutang. Setelah beberapa saat Elaire akhirnya pergi.
“Nick, terima kasih telah membela saya…..” kata Arcey
“Aku hanya tidak ingin ribut-ribut, masih banyak kerjaan…jadi jangan kamu pikir aku belain kamu….” seru Nick dengan sikap tak peduli.
“Apapun itu, terima kasih telah membantu aku….aku janji, sejak saat ini sampai nantinya, aku tidak akan minta apa-apa lagi, aku akan memenuhi perjanjian awal kita…aku tidak akan minta sesuatu untuk kepentingan keluargaku maupun diriku sendiri…” sahut Arcey.

Nick tidak menjawab hanya menyuruh Arcey pergi. Sepeninggal Arcey, Nick kembali merenungi kejadian barusan. Sudah lama rasanya dia tidak melihat Arcey, meski satu rumah, Arcey tidak pernah menampakkan dirinya. Biarpun ke kantor yang sama, tapi kalau pergi ataupun pulang, tidak pernah bersama. Ada suatu rasa yang tiba-tiba datang ke dalam diri Nick. Rasa dimana ia melihat tatapan menghiba Arcey dan dia iba….Nick menghalau segala bayangan yang merasuki pikirannya dan mulai berkonsentrasi dengan pekerjaannya.

Arcey bingung, harus pergi kemana untuk meminjam uang. Ia membelai Sooby anjing kecilnya. Keluarga Ardhanawiga tidak begitu menyukai Sooby. Akhirnya keputusan berat pun dibuat oleh Arcey, ia menjual Sooby dan menangis menatap Sooby yang ditinggalkannya di pet shop. Tapi, hasil penjualan Sooby masih kurang, dan dengan terpaksa ia meminjam uang pada rentenir Om Naro dengan bunga yang sangat tinggi. Tak ada yang dapat dilakukan Arcey selain menerima tawaran Om Naro. Operasi berhasil dilaksanakan sehingga ayah bisa kembali pulang ke rumah. Sekarang Arcey yang pusing memikirkan membayar hutang kepada Om Naro.

Malam minggu di rumah, bapak, ibu, om, tante dan nenek menghadiri acara resepsi pernikahan kerabat mereka. Nick tidak ikut dikarenakan ada janji dengan Elaire yang akhirnya batal karena Elaire harus segera mengurus beberapa proyeknya di luar kota. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Hanya ada Mbok Minah, Pak Amdan dan kedua anaknya Rano dan Sida yang bekerja di rumah keluarga Ardhanawiga. Nick keluar dari meja kerjanya dan melihat suasana rumah yang sepi. Biasanya dia mendengar suara Sooby, anjing Arcey yang tidak disukainya, tapi kali ini entah mengapa dia ingin sekali mendengar suara Sooby. Dan setelah ia mengetahui dari Mbok Minah kalau Sooby dijual oleh Arcey, ia berniat untuk mencari dan bertanya pada Arcey.

Nick berjalan berkeliling dan melihat Arcey di tepi kolam renang sambil melamun. Ingin ditegurnya, tapi ia melihat raut kesedihan di mata Arcey.
“Ngapain kamu disini?” tegur Nick akhirnya.
Arcey kaget melihat Nick, “hanya duduk saja…” sahut Arcey sambil tersenyum menutupi kesedihan hatinya. “Kamu nggak pergi sama Elaire?” tanya Arcey lagi.
“Tidak” jawab Nick singkat.
Arcey bingung mau berkata apa lagi. Belum pernah ia bercakap-cakap dengan Nick. Selama ini Nick selalu marah dan menghardiknya.
“Mana Sooby?” tanya Nick lagi.
Arcey mengeryitkan dahi tak mengerti. “Ehm, mungkin pertanyaannya diganti, kenapa Sooby kamu jual?” tanya Nick lagi.
“Tidak kenapa-kenapa” sahut Arcey lagi karena bingung harus menjawab apa.
“Kok tidak kenapa-kenapa dijual?” tanya Nick.
“Ya tidak apa-apa…nanti kan bisa dibeli lagi….” seru Arcey.
“Di jual buat biaya operasi ayahmu ya? Memang uangnya cukup?” tanya Nick lagi.
Arcey tidak menjawab. Ia bingung harus berkata apa lagi. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa Sooby dijual untuk menambah biaya operasi ayah serta obat-obatannya. Nick melihat perubahan di wajah Arcey dan entah mengapa ia tak ingin bertanya lebih lanjut lagi. Ada suatu rasa…mungkin rasa kasihan yang membuat Nick tidak ingin melanjutkan lagi pertanyaannya mengenai Sooby. Sejenak mereka terdiam.
“Bagaimana kalau kita main??” Arcey mencairkan suasana yang beku.
“Main? Main apa?” tanya Nick.
“Scrable” jawab Arcey lagi.
Malam minggu dihabiskan dengan bermain Scrable. Nick melihat sisi lain dari Arcey, melihatnya tertawa gembira. Sesuatu yang tidak pernah dilihat Nick atau karena Nick enggan untuk mengetahuinya. Masih terbayang dalam angan-angan Nick tentang kebersamaannya yang singkat bersama Arcey. Ingin rasanya dia berlama-lama dengan Arcey, tapi klakson mobil yang terdengar membuat Arcey menyudahi permainannya.

Nick menghela napas panjang, bukan salah Arcey kalau ia begitu membenci keluarga Wirajaya, bukan salah Arcey sehingga ia ingin membalaskan semua dendam keluarganya kepada keluarga Wirajaya. Keluarga Wirajaya yang membuat kakeknya harus pergi karena memikirkan utang menumpuk yang dananya dikorupsi oleh Ardi Wirajaya. Arcey hanyalah sebagai mediator untuk menumpahkan segala kekesalan yang menumpuk.

Project di Malang akan dilaksanakan bulan depan dan sampai hari ini Arcey belum juga mendapat tanda tangan Nick untuk pembatalan kontrak itu. Ia ingat, Nick akan memberikan tandatangannya jika ia berhasil menyalin buku 1000 halaman  dalam tulisan tangan. Arcey tidak menyerah, ia senantiasa tetap menuliskannya, meski 100 halaman pun belum tersentuh. Arcey tak putus asa. Demi bunda Nia dan teman-teman yang ada di panti, jangankan seribu, sepuluh ribu pun akan dilakukan agar mereka tetap memiliki tempat tinggal.

Hari ini Arcey tidak ingin bertengkar lagi masalah projectnya. Ia sudah tidak memiliki semangat lagi untuk meraih keinginannya. Pikirannya dikejar-kejar oleh hutang kepada Om Naro yang sudah dua kali lipat banyaknya, memikirkan panti tempat bunda Nia tinggal, memikirkan ayah yang masih butuh dana untuk berobat dan masih banyak hal lain yang mengganggu pikirannya. Nick menatap Arcey dari kejauhan. Nick melihat Arcey banyak melamun, hanya ia tak ingin bertanya. Ingin ia kembali mengakrabkan diri seperti waktu malam minggu kemarin, tapi rasa-rasanya hal itu tak mungkin dilakukan di kantor. Arcey sibuk dengan pikirannya sendiri dan ia membulatkan tekad untuk menjual rumah sederhana mereka.

Ayah dan ibu sedih berpisah dengan rumah sederhana mereka untuk tinggal di rumah kontrakan kecil. Tapi ayah dan ibu bisa mengerti kondisi mereka saat ini. Setelah hutang kepada Om Naro yang semakin menggunung lunas seharga setengah dari penjualan rumah sederhana mereka, Arcey mengontrakkan mereka rumah kecil sambil menata kembali hidup baru mereka. Nick tidak banyak berkomentar ketika mengetahui rumah sederhana Wirajaya di jual. Arcey masih tetap setia membayar hutang keluarganya dari gajinya. Ia juga minta izin kepada ayah dan ibu untuk mempergunakan sebagian penjualan rumah mereka untuk membantu bunda Nia yang disetujui oleh ayah dan ibu. Bunda Nia tak tahu harus berkata bagaimana menerima bantuan Arcey. Arcey pun menangis dan berkata ia tak tahu harus berjuang seperti apa lagi untuk mempertahankan panti. Bila memang harus dilebur biarlah dilebur.

Nick belum pernah melihat Arcey sesedih hari ini. Sesekali ia melihat apa yang sedang dikerjakan Arcey dan terkejut melihat Arcey masih menyalin buku 1000 halaman itu.
“Ehm,…” terdengar suara Nick mengagetkan Arcey.
“Ada apa, Nick?” tanya Arcey kaget.
“Kenapa sih kamu itu begitu ingin mempertahankan panti itu?” tanya Nick.
Arcey terdiam. Ingin rasanya ia menceritakan segalanya. Tapi ia sudah berjanji pada ayah dan ibu tidak memberi tahu asal usulnya. Arcey hanya tersenyum, lalu berkata : “kalau aku butuh uang 200 juta, apa kamu mau memberikannya padaku?”
“Hah? Untuk apa?” tanya Nick.
“Untuk aku…” jawab Arcey.
“Iya, tapi untuk apa?” tanya Nick lagi.
Arcey hanya tersenyum. Nick menyukai senyum Arcey. Ingin rasanya ia melihat Arcey tersenyum seperti itu.
“Tidak untuk apa-apa…hanya bertanya…” sahut Arcey lagi.

“Ibu harus menjalani pencangkokan sumsum tulang belakang secepat mungkin. Karena kalau tidak…..” dokter Annie tidak melanjutkan kata-katanya lagi. Arcey sudah mengerti dan tak perlu lebih mengerti lagi. Kalau dulu ia dilahirkan dengan kelahiran yang tak diharapkan, kini ia pun ingin pergi dengan tiada yang mengharap padanya. Arcey butuh 200 juta untuk menyembuhkan dirinya dari penyakitnya, namun, darimana ia mendapatkan uang itu? Teringat olehnya villa satu-satunya yang masih dimiliki oleh keluarga Wirajaya dan semua perhiasan yang dikumpulkan selama ia masih tinggal dalam dongeng indah. Ayah dan ibu ternyata masih menyimpan harta lain dalam bentuk deposito atas nama Arcey dan Arcey menjual seluruhnya, mencairkan depositonya dan memberikan uangnya pada Nick untuk melunasi seluruh hutangnya. Tidak ada lagi harta yang ditinggalkan, karena semuanya sudah lunas. Arcey tak ingin kepergiannya membebani ayah dan ibu. Arcey ingin ia pergi dengan damai dimana tak ada lagi beban hidup untuk ayah dan ibu.
Nick terkesima menerima pembayaran hutang Arcey. Yang lebih mengagetkan lagi, Arcey mengundurkan diri dari perusahaan Nick. Arcey ingin hari terakhirnya dihabiskan dengan kedamaian. Untuk sementara waktu, ayah dan ibu yang tidak mengetahui penyakit Arcey akan tinggal di Malang di panti penampungan yang baru. Waktu setahun telah habis. Arcey akan segera meninggalkan keluarga Ardhanawiga yang selama setahun ini menjadi keluarganya. Semua keluarga Ardhanawiga mau tidak mau harus mengakui kehilangan Arcey. Nenek adalah orang yang paling sedih berpisah dengan Arcey. Arcey memberikan kenang-kenangan pada semua penghuni rumah Ardhanawiga.

Arcey menyusun pakaian ayah dan ibu untuk di bawa ke Malang. Ia juga membelikan beberapa potong pakaian baru untuk ayah dan ibu.
“Cey….nggak usah buang-buang uang untuk semua ini, nak…” kata ibu.
“Tidak apa-apa, bu…” sahut Arcey.
“Nak, nanti buat hidup kamu di Jakarta apa?” tanya ayah.
“Arcey sudah persiapkan, yah…ayah tidak perlu khawatir….” sahut Arcey menenangkan.
Arcey menatap kepergian ayah dan ibu menuju panti tempat bunda Nia berada. Yang mengagetkan adalah berita dari bunda Nia yang mengatakan panti tidak jadi digusur karena proyeknya dibatalkan.

Arcey bahagia sekaligus penasaran. Tidak ada yang bisa membatalkan proyek itu kalau bukan Nick sendiri. Bergegas Arcey mengunjungi kantor Nick, tapi yang dilihatnya Elaire sedang marah tak menentu begitu juga Nick. Mereka bertengkar hebat dan sepertinya rencana pernikahan mereka akan tertunda. Kemudian, ia melihat Elaire berlari ke luar ruangan Nick dan Nick hanya berdiam diri. Arcey ingin secepat mungkin menghilang, tapi ia sudah terlanjur terlihat oleh Nick. Nick begitu senang dengan kedatangan Arcey tapi begitu heran melihat muka pucat Arcey.

“Kamu sakit, Cey…?” tanya Nick. Itulah pertama kali Nick memanggil namanya.
“Tidak…hmm, aku ke sini mau berterima kasih kamu telah membatalkan penggusuran panti di Malang, sekali lagi terima kasih” sahut Arcey pucat.
Nick tidak pernah melihat Arcey sepucat itu. Tapi belum lagi ia bicara, Arcey sudah minta diri untuk pergi. Ketika Nick bertanya dimana tempat tinggalnya, Arcey berbohong dengan berkata, ia masih tinggal di rumah kontrakan bersama dengan kedua orang tuanya.

Arcey dirawat di rumah sakit tempat dimana ia berencana untuk mengakhiri kisah dongengnya. Kini kebahagiaan mulai menunjukkan sinarnya. Segala beban hilang. Bunda Nia, ayah, ibu dan teman-temannya menangisi kepergian Arcey. Kepergian yang tidak pernah disangka-sangka. Kepergian yang membawa berbagai kenangan akan keriangan Arcey.

Nick tidak tahu mengapa malam itu ia ingin menghubungi Arcey, ia menatap pemberian Arcey yang terakhir yaitu sebuah aksesoris kaca yang bila di tekan tombolnya terdengar suara musik. Ia berada di rumah sakit tempat dokter Annie praktek saat Elaire kecelakaan karena Nick membatalkan pernikahan mereka. Di saat yang sama, dokter Annie yang tidak tahu menahu tentang perpisahan Nick dan Arcey, berkata : “Nick, yang sabar ya….” Nick mengira dokter Annie membicarakan Elaire.
“Iya, dok…padahal saya sudah bilang sama dia supaya tidak terlalu memikirkan pembatalan itu…” kata Nick.
“Saya malah bingung, Nick…kamu sekaya ini, masih saja Arcey bilang dia nggak punya biaya buat operasi…” sahut dokter Annie sambil geleng-geleng kepala.
“Maksud, dokter?” tanya Nick bingung.
“Iya, padahal saya sudah bilang sama Arcey, apalah arti 200 juta bagi Nick Ardhanawiga, dibandingkan semuanya…tapi ya sudahlah, semua sudah berlalu….biarlah ia tenang di surga….” kata-kata dokter Annie mengagetkan Nick.
“Maksud dokter bagaimana??” tanya Nick tak sabar.
“Loh?” giliran dokter Annie yang bingung.
“Tolong jelaskan sama saya, dok…” pinta Nick.
“Memang kamu tidak tahu?” tanya dokter Annie lagi.
“Tahu apa, dok? Bagaimana saya bisa tahu kalau dokter tidak memberitahu saya?” seru Nick lagi.
Dokter Annie jadi bingung, “saya pikir kamu tahu…”
Dokter Annie menjelaskan semuanya pada Nick dan mendadak Nick duduk terpaku dan membisu. Kini ia mengerti mengapa dulu Arcey pernah bertanya tentang uang 200 juta kepadanya, kini ia tahu mengapa wajah Arcey begitu pucat saat ia terakhir kali bertemu dengannya di kantor. Nick pergi meninggalkan rumah sakit meninggalkan dokter Annie yang kebingungan dan meninggalkan Elaire yang sedang di rawat. Ia tak perduli pada dokter Annie. Ia marah, mengapa dokter Annie tidak memberitahukannya. Ya, mungkin dokter Annie mengira ia telah mengetahui semuanya. Dan Arcey, Arcey tidak memberitahunya karena tahu Nick takkan peduli padanya. Dulu, waktu Arcey mau pinjam 10 juta saja, Nick tidak memberikan, apalagi 200 juta. Keluarga Ardhanawiga terutama nenek sangat shock mengetahui kejadian yang menimpa Arcey. Penyesalan selalu datang terlambat. Hanya karena dendam semata, Arcey yang tak bersalah menjadi korban dari ketidakadilan mereka.

Malam ini, kembali Nick memikirkan apa yang telah dilakukannya selama ini terhadap Arcey. Ingatannya kembali pada saat ia menolak project Arcey yang terlambat dimasukkan, padahal project Elaire yang datang sesudahnya diberi dispensasi. Teringat juga dengan gigihnya Arcey menunggunya sampai pulang, menunggu di lobi bahkan berdiri berjam-jam di luar ruang meeting untuk minta tanda tangannya yang tidak pernah digubris. Teringat pula setiap hari mereka ke kantor yang sama dan kembali ke rumah yang sama, tapi tidak pernah sekalipun pergi atau pulang bersama. Teringat ketika hujan dan waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dimana ia dan Arcey masih berada di kantor. Nick menunggu Elaire dan pulang dengannya tanpa mempedulikan Arcey yang masih menunggu hujan berhenti di lobi. Ia melihat tatapan tulus di mata Arcey yang selalu tak dipedulikannya. Teringat ketika Arcey meminta pertolongannya dan ia dengan tak segan menolaknya, kemudian ketika Arcey yang karena hujan terlambat pulang ke rumah dan tidak diperbolehkan masuk dan ia harus menunggu di luar dengan hujan lebat, basah kuyup sampai pagi, Arcey yang tidur di gudang dan kemudian di samping kamar pembantu dengan beralaskan koran bekas, Arcey yang turut memberi ide untuk acara pernikahannya dengan Elaire setelah masa satu tahun mereka berakhir, tentang menyalin buku 1000 halaman untuk mendapatkan tanda tangannya yang tidak juga diberikan sampai hari ini dan berbagai kejadian lainnya.
Minggu ini Nick menatap nisan Arcey. Terlihat jelas wajah Arcey dalam bayangannya. Ia telah menyia-nyiakan Arcey yang telah begitu baik padanya. Kini, Nick mengerti mengapa Arcey begitu amat berjuang mempertahankan panti. Panti tempatnya bernaung semasa kecil.

Dalam ruang kerja, Nick menatap lembaran kertas yang ditulis tangan oleh Arcey. Lembaran kertas untuk menyalin buku 1000 halaman yang belum diselesaikan. Di usapnya lembaran kertas tersebut. Ditatapnya berbagai bentuk aksesoris pilihan Arcey untuk pernikahannya dengan Elaire. Elaire yang sakit hati karena Nick membatalkan pernikahannya, dibawa keluarganya menetap di Amerika. Tidak ada kisah lain yang dapat menghapuskan kesedihan di hati Nick. Menyesal pun tiada berguna. Kini ia hanya berdoa, semoga Arcey mendapatkan tempat terindah di surga sana.

“Ketika sang putri bertemu dengan pangeran pujaan hatinya, hiduplah mereka bahagia selamanya….”


                                                                                       Jakarta, 9 Februari 2012

No comments:

Post a Comment