Hari ini seperti biasa, terdengar
tang…ting…tung…dari whatsapp grup temen2 kuliah. Jumlah ratusan unread
messages. Dikarenakan saia gak selalu bisa baca semua messages, jadi kadang
saia biarkan saja. Hingga suatu pagi, tepatnya pagi ini, ada teman yang share
mengenai percakapan antara Deddy Corbuzier dan anaknya. Klo saia tulis disini
melanggar hak cipta gak yah?? Intinya sih, si Azka anaknya si om Deddy ini
bilang ke bapaknya kalo dia juara 5 renang. Si om Deddy takjub banget dan si
Azka nya seneng. Tapi, hal ini membuat salah seorang ibu bertanya2. Kok seneng
sih anaknya juara 5 dari 6 orang, anaknya yang juara 3 aja diomelin sama dia. Si
Om Deddy ini bilang, dulu dia juga nilainya merah terus. Bapaknya ambil rapor
dan tertawa bilang : “kamu kebanyakan belajar sulap ya, nanti tingkatin belajar
lagi yah, dapat angka 6 deh, nanti Papa beliin kamu alat sulap baru”. Om Deddy
berpikir, ohh, hanya 6 loh maunya bapaknya, gak 8, 9 atau 10. Sekarang dia jadi
magician sukses. Terakhir, si ibu bilang, dia mau jalan dulu…si om Deddy bilang
lagi : “gak berenang aja mbak?”….hahahhaa….
Saia jadi teringat buku favorit
yang dipinjemin Wie waktu kuliah dulu. Judulnya Toto Chan. Disitu diceritakan
tentang seseorang yang “gak bisa kayak temen2nya”, punya dunianya sendiri. Intinya,
semua anak yang sewaktu kecil dianggap “tidak pintar”, “tidak seperti murid2
lain”, “aneh”, dsb menjadi orang2 yang berhasil dalam kehidupannya di masa
depan. Saia jadi teringat duluuuuuuuu banget waktu saia SD, tepatnya kelas 4
SD. Saia kan les piano tuh. Kejadiannya bukan pada saat itu saia mengetahuinya,
tapi setelah bertahun2 lewat ketika my mama ada di dapur bersama my sistz dan
saia di ruang tengah. Saia denger mama bilang : “dulu kata guru piano si Joe
(ini saia maksudnya) gak bakat main piano, justru kamu (my sistz) yang dibilang
berbakat, tapi nyatanya sekarang, cuman si Joe yang bisa main piano”. Jujur,
saia terkejut waktu denger my mama bilang begitu, karena saia gak pernah tau
tuh si guru piano itu pernah ngomong gitu. Berikutnya kejadiannya di tahun ini
juga. Ada my fath di ruang tengah. Waktu itu mau vesper dan saia disuruh main
piano. Abis ntu my fath bilang, “dulu kata guru piano, si Joe ini yang paling
ga punya bakat main piano (dibanding sodara sodari saia yang lain-ini kata guru
piano), papa sampe sakit hati dia bilang gitu. Tapi nyatanya sekarang, kok cuman
si Joe satu2nya yang bisa main piano..”. Saia kembali mengingat waktu my mama
mengatakan hal yang sama beberapa tahun silam.
Saia sebenernya gak nyangka ya,
si guru piano bisa men”judge” saia dengan “tidak punya bakat”, gimana dia mau
lihat bakat saia kalo dia kebanyakan ngobrol sama orang admin dibandingkan
ngajar? Jujur saia gak gitu semangat diajar sama dia. Ogah2an. Latihan pun
ogah2an. Saia bermain piano karena saia suka piano. Saia suka bermain piano. Bukan
karena saia terpaksa bermain piano.
Seorang guru sekalipun tidak
dapat menentukan apakah muridnya itu berbakat atau nggak. Banyak ilmuwan yang
dulunya dibilang “gak pintar”, “gak bakat” justru jadi pintar dan berbakat di
masa yang akan datang. Suka banget sama komennya om Deddy ini. Jadi membuka
pikiran saia. Orang yang pintar di sekolah belum tentu berhasil dalam hidupnya.
Jadi inget dulu kata guru bahasa Inggris di SMP, dia selalu cerita betapa
malangnya orang2 yang gak bisa bahasa Inggris (menunjuk orang2 yang gak pintar
bahasa Inggris di SMP-termasuk saia). Orang2 kyak gitu bakalan hidup miskin,
jadi gelandangan, tidur di kolong jembatan, dll. Sedangkan orang yang pintar
bahasa Inggris (menunjuk ke teman2 yang jago bahasa Inggris) akan jadi orang
kaya, naik mobil mewah, ketemu temennya yang ga jago bahasa Inggris di kolong
jembatan pake baju kumal dan bilang : “kamu sih dulu gak pintar bahasa Inggris,
makanya jadi gelandangan”. Waktu itu sih saia merasa, kok guru ini aneh ya,
bicaranya begitu terus. Sampai dulu dia agak2 slack sama guru matematika gara2 “bahasa Inggris itu lebih penting
dari apapun!”….hahhahaha….dannnnnnnn saia….si anak yang gak pintar berbahasa
Inggris itu, apakah saia jadi gelandangan? Berpakaian kumal? Tidur di kolong
jembatan? Nggak tuuhh….saia berhasil masuk perusahaan asing dengan kehidupan
yang baik2 aja. Yang pada pinter bahasa Inggris dulu, kemanaaa??? Kok gak
kedengeran kesuksesannya? Mobil mewahnya? Kenapa yang saia liat punya mobil
mewah adalah anak2 yang dulunya gak jago bahasa Inggris ????????
Kadang manusia hanya melihat dari
sisi luar manusia lain. Guru, orang lain atau siapapun itu bukan Tuhan yang
tahu tentang masa depan seorang anak. Pembelajaran dari si Om Deddy ini,
biarpun ada yang pro dan kontra membuka hati dan pikiran saia akan sesuatu hal
yang selalu terjadi di dunia pendidikan dan lingkungan sehari-hari. Betapa mudahnya
memarahi anak yang nilai pelajarannya tidak seperti yang diinginkan orang tua. Bukan
berarti si anak gak perlu belajar hal itu, perlu banget, tapi yak mbok jangan
terlalu dipaksakan. Guru matematika saia suruh ngerjain PR kesenian tentang not
balok apa yakin dia mampu 100%? Belum tentu!!
Sepanjang hidup saia, saia banyak
menemukan manusia dengan segala kesuksesannya dan kegagalannya. Sukses karena
dia pernah gagal. Belajar dari kegagalan membuat dirinya semakin sukses. Kegagalan
sebagai pelajaran agar hidup kita menjadi lebih baik. Satu motto hidup saia : “tidak
seorangpun BERHAK menyakiti hati kita….tidak seorangpun tanpa terkecuali,
termasuk diri kita sendiri”. Jika diri kita sendiri aja tidak BERHAK untuk
menyakiti hati kita, apalagi orang lain???
Coba tanya….mengapa?