tahun ini disebut tahun kabisat....
atau dalam bahasa Inggris : leap year
ngelanjutin cerita tentang cerpen, hari ini publish cerpen karya saia lagi ya...selamat membaca.........
-AKHIR DARI SEBUANG
DONGENG-
Hidup ini tak seindah dongeng. Mungkin itu adalah kalimat
klise yang sering diucapkan agar manusia sadar diri tak boleh terlarut dalam
kebahagiaan yang hanya sementara. Ketika sang pangeran bertemu dengan putri
cantik maka hiduplah mereka dengan bahagia selamanya….karena kehidupan yang sebenarnya
baru akan dimulai ketika cerita dongeng itu berakhir. Arcey namanya, hidupnya
di sebuah panti penampungan anak terlantar menjadikannya selalu bersemangat
menghadapi lika-liku hidup ini. Pembawaannya yang riang dan selalu ceria selalu
membuat semua orang sayang padanya. Hari ini adalah ulang tahun Arcey yang
ke-12, ulang tahun yang paling membahagiakan untuknya, ulang tahun yang merupakan
awal kisah dongeng yang akan dijalaninya.
Sudah beberapa hari ini, bunda Nia menerima tamu yang selalu
datang berkunjung. Anak-anak penampungan sering mengintip apa yang dilakukan
bunda Nia terhadap pasangan yang selalu menjadi tamu rutinnya dua minggu
belakangan ini. Pasangan itu bernama Bapak Ardi dan Ibu Shella. Dan hari yang
ditunggu pun tiba, dimana pasangan ini ingin mengadopsi salah satu dari antara
mereka dan pilihan itu jatuh pada Arcey. Suasana itu menjadi kado terindah
untuk Arcey yang ditinggal keluarganya saat terjadi bencana hebat dimana hanya
Arcey yang selamat sekaligus menjadi lagu sedih di antara para sesama penghuni
panti penampungan. Tapi, demi kebahagiaan Arcey, mereka semua akhirnya
bergembira sambil mengucapkan salam perpisahan pada Arcey dan berjanji akan
saling berkirim kabar.
“Cey, jangan lupa sama kita-kita di sini ya…”, seru Tania
sahabatnya.
“Pasti, Tan…,”sahut Arcey lagi.
“Kalau sudah di Jakarta
langsung kirim surat,
Cey…” seru Marco.
“Iya, Co…pasti…”, sahut Arcey sambil menyalami semua
teman-teman panti.
Mobil mewah itu meninggalkan Malang
menuju Jakarta.
Dan, disinilah dongeng itu dimulai. Kelihatannya Bapak Ardi dan Ibu Shella Wirajaya
ini adalah orangtua yang menyenangkan dengan kehidupan yang harmonis. Tapi,
Arcey tidak melihat hal itu ketika ia bersama mereka. Ada sesuatu yang disembunyikan mereka
terhadap Arcey. Arcey tiba di Jakarta
di rumah megah keluarga Wirajaya. Bahagia sekali rasanya tinggal dengan
keluarga lengkap seperti yang selama ini selalu diidam-idamkan oleh Arcey.
Semuanya tersedia dan tidak akan lagi ia kekurangan suatu apapun.
Sudah satu bulan ini Arcey tinggal bersama dengan keluarga Wirajaya.
Tapi, tidak pernah Arcey melihat mereka berdua berbicara satu sama lain. Beda
sekali seperti waktu mereka datang ke panti dan berbicara dengan bunda Nia. Tapi
Arcey tidak ingin begitu mengetahui permasalahan mereka, karena mereka pun tak
mengizinkan Arcey untuk mengetahui lebih lanjut.
Delapan tahun sudah Arcey tinggal di rumah keluarga Wirajaya
dan dalam delapan tahun inipun hidup Arcey bagai dongeng. Hidup dilimpahi
dengan segala keindahan, kekayaan, kemegahan dan tidak ada kesulitan berarti
selain dari kediaman ayah dan ibu yang mengangkatnya, tapi dengan Arcey mereka
baik-baik saja, hanya bila mereka berdua, seperti ada tembok menghalangi. Dan
tepat di ulang tahun ke-20 nya, dongeng itu pun harus berakhir. Awalnya dari
kedatangan konglomerat Ardhanawiga. Sang putera tunggal, Nick Ardhanawiga yang
baru saja menamatkan gelar doktornya di bidang manajemen bisnis dari Amerika di
usianya yang belum 30 tahun diajak serta. Kebetulan, Pak Ardhanawiga ini
berniat untuk menikahkan Nick dengan tunangannya semasa dia di Amerika, Elaire Samin
dan memperkenalkan CEO baru di kerajaan bisnisnya, yaitu Nick, anaknya sendiri.
Tidak ada kesan berarti bagi Arcey mengenai Nick yang akan
menjadi CEO di tempat di mana ayah bekerja. Ayah pun begitu antusias sekali
menyambut Nick. Nick adalah sesosok pangeran impian yang diimpikan banyak putri
cantik dari negeri dongeng. Dengan perawakan yang maskulin dan elegan, membuat
Nick menjadi daya tarik yang luar biasa bagi siapa saja yang melihatnya.
Wajahnya seperti enggan tersenyum, tapi dia memiliki garis wajah tegas dan
misterius. Arcey mengamati semua percakapan yang tidak dimengerti olehnya.
Tatapan wajahnya melihat ke arah ibu yang kurang bersemangat. Entah ada apa di
antara mereka.
Percakapan itu diakhiri dengan keputusan bahwa Arcey untuk
sementara tidak meneruskan kuliah dulu yang tinggal mengambil skripsi. Sesuatu
yang tidak dimengerti oleh Arcey.
“Yah,…kenapa aku harus cuti kuliah? Kan tinggal ambil skripsi, yah…” tanya
Arcey.
“Ah, kuliah kan
bisa ngambil nanti-nanti…kesempatan itu tidak datang dua kali, Cey…” jawab
ayah.
“Tapi, kenapa begitu, yah….?” tanya Arcey lagi.
“Arcey jangan banyak tanya ya….yang penting ini kan untuk Arcey juga….”,
sahut ayah sambil berlalu pergi.
Arcey melihat ibu hanya terdiam membisu. Dan Arcey merasa
tidak ada gunanya untuk berbicara dengan ibu. Mau berkirim surat ke Bunda Nia, Arcey tidak mau membuat bunda
Nia jadi sedih. Kirim surat
ke Tania, Marco atau teman-teman lain, sepertinya tidak sanggup ia
menceritakannya…teman-temannya sudah memiliki kehidupan masing-masing dan
mereka sangat bahagia. Arcey tidak ingin masalahnya membuat teman-temannya bersedih
hati. “Lagipula ini bukan masalah….hanya sementara waktu cuti kuliah, nanti kan bisa melanjutkan
lagi…” Arcey berkata dalam hati untuk menghibur diri.
Hari pertama Arcey di kantor Ardhanawiga Company tidak begitu
baik dikarenakan dia belum begitu paham seluk beluk dunia kerja. Posisinya
sebagai technical project membuat ia harus sering-sering bertanya dengan orang
yang mumpuni di bidangnya. Pekerjaan Arcey sebenarnya membuat presentase
project yang akan dilakukan. Tapi masalahnya, CEO yang baru itu sangat amat
perfeksionis. Dia bisa menghalau project siapa saja yang dianggapnya tak
bermutu. Tidak pernah memikirkan perasaan orang lain entah itu sakit hati atau
tersinggung, dan Arcey mengalaminya.
“Project apaan ini!!!!” Nick melempar presentase project
Arcey yang dibuatnya dengan susah payah hampir mengenai muka Arcey.
Seketika, muka Arcey pucat…belum pernah ia mendapatkan
perlakuan seperti ini, baik di panti maupun di rumah.
“Heh!!, ga bisa ngomong kamu!!!, kamu sekolah nggak??!!! Pake
dong otak kalau kerja!!!, hardik Nick lagi.
“I…i….ini….pak….” Arcey menjawab terbata-bata.
“Hah….nggak jelas kamu ini, panggil supervisor
kamu…Arman!!!!!, panggil Nick keras.
Pak Arman yang baik hati itu dimarahi habis-habisan oleh Nick
membuat Arcey jadi sedih dan merasa bersalah. Setelah keduanya keluar dari
ruangan Nick, Arcey mendatangi ruangan Pak Arman.
“Pak Arman, saya minta maaf, pak….gara-gara saya Bapak
dimarahi oleh Pak Nick…” sahut Arcey dengan nada yang menggambarkan
penyesalannya.
“Tidak apa-apa kok, Cey…jangan diambil hati kata-kata Pak
Nick ya…” seru Pak Arman lembut.
Arcey hanya mengangguk. Tapi bukan kali itu saja Arcey kena
getahnya, dalam sebulan sudah empat kali dia di panggil dan dibentak karena
kesalahannya. Arcey jadi sedih dan berniat untuk mengundurkan diri saja dan hal
itu sangat di tentang oleh ayah.
“Apa-apaan kamu…!!” seru ayah marah.
“Arcey selalu salah, Yah….nanti Arcey malah bikin malu ayah…”
Arcey menunduk sedih.
“Cey, ayah yakin kamu anak yang baik dan kamu memiliki
kemampuan itu, Nak…” ayah berkata lembut sambil mengelus rambut Arcey.
“Iya, yah…doaian aku ya, yah….” Sahut Arcey lagi.
Ayah dan ibu bangkit berdiri meninggalkan Arcey. “Kasihan
anak itu….” sahut ibu. Ayah hanya diam. “Seharusnya kita mengatakan padanya,
dia kita jadikan jaminan kalau kita akan melunasi semua hutang kita….” kata ibu
lagi.
Ayah hanya terdiam membisu. Masalahnya adalah hutang piutang.
Sejak lama Pak Ardi dan Ibu Shella menginginkan seorang anak. Dulu, akibat
kelalaian mereka, sang anak meninggal karena terjatuh ke kolam renang saat
berusia balita dan sejak saat itu ibu Shella mengalami shock berat. Keputusan
untuk mengambil Arcey sebagai anak adalah keputusan terbaik. Selama Shella
shock, Ardi malah uring-uringan, berjudi, membuang-buang uang sehingga memiliki
setumpuk utang. Utang yang terbesar adalah waktu terjadi penggelapan uang
perusahaan Ardhanawiga yang dikorupsi oleh Ardi. Pak Ardhanawiga memberi
kesempatan pada Ardi untuk melunasi utangnya dan tidak membawa perkara itu ke
kantor polisi. Selama ini bisa dikatakan gaji Ardi dipotong 50% untuk pembayaran
utang. Tapi, tetap saja utang masih menumpuk. Ardi sudah tidak mampu lagi
membayar uang kuliah Arcey dan kehidupan mewah mereka. Harus ada yang
dikorbankan, sementara Ardi sudah berumur. Ardi akhirnya mengorbankan Arcey
untuk bekerja di sana
sebagai sumber penghasilan mereka.
Arcey bingung apa yang terjadi dengan keluarganya. Rumah
mereka dijual dan segala asset mereka dijual. Mereka kini pindah ke rumah yang
sederhana, tapi Arcey menyukainya. Sudah tidak ada lagi supir dan mbak yang
melayani di rumah mereka. Biarpun Arcey bingung dan ingin bertanya, dia sudah
cukup besar untuk mengerti apa yang terjadi di rumah mereka.
Ardi dan Shella sangat menyayangi Arcey seperti anak mereka
sendiri. Melihat Arcey seperti melihat malaikat, mereka sangat bahagia. Ayah
sebenarnya sedih harus membiarkan Arcey bekerja, tapi hutang yang menumpuk
mengalahkan segalanya. Kedengarannya memang klise, seorang anak dikorbankan
untuk hutang keluarga. Arcey akhirnya mengetahui semua itu ketika ia tak
sengaja lewat waktu ayah dan ibu bercakap-cakap. Arcey tak ingin membuat ayah
dan ibu sedih, jadi dia putuskan untuk tidak lagi kuliah (kalau sebelumnya
hanya cuti) demi keuangan keluarga.
Seorang wanita elegan memasuki ruangan kantor dengan wanginya
yang menusuk. Arcey melihat wanita itu masuk dan memarahi Chilla, sekretaris
Nick yang menyuruhnya untuk menunggu sembari Chilla menelpon Nick. Tidak tahu
apa yang dilakukan wanita itu di dalam, karena tidak berapa lama, wanita itu
bergelayut manja dengan Nick di sebelahnya. Setelah keduanya pergi, mulailah
bisik-bisik dimulai…
“Eh, itu kan
tunangannya Pak Nick, namanya Elaire…” bisik Chilla.
“Ih, gayanya nggak banget deh…” cibir Risa.
“Katanya lulusan Amerika tuh…” bisik Mindy.
“Ih, Amerika gayanya kayak ketumpahan parfum….” cibir Risa
lagi.
“Eh, Cey…diem aja lo…” Mindy menyikut Arcey. Arcey kaget.
“Saingan berat lo tuh, Cey…” seru Mindy lagi.
“Saingan gimana mbak Mindy…?” tanya Arcey tak mengerti.
“Ya elah ini anak ….polos banget sihhhh….” Risa berkata gemas
melihat tatapan innocent Arcey.
“Lo tau gak, Cey…denger-denger, dia tuh mau ngajuin proyek
gitu deh…tapi adenya sih…bisa kalah lo, Cey, secara lo harus dapat tanda tangan
Pak Nick, dan lo tau kan,
Pak Nick itu sensi banget sama lo, Cey…pastinya lo bakal ditolak…pastinya
adenya si Elaire itu yang akan dapat….” Mindy berceloteh.
Arcey diam. Arcey memang sedang mengerjakan sebuah mega
proyek dimana mega proyek ini bisa membangun kembali kesejahteraan keluarga.
Tapi, biarpun presentasinya sangat amat bagus dan meyakinkan bahkan banyak
dilirik investor, tanpa tanda tangan Nick semua itu sia-sia saja.
“Cey…” Mindy membuyarkan lamunan Arcey.
“Hmmm, kan
belum tentu juga mbak project adenya ibu Elaire diterima kalau tidak bagus…”
Arcey akhirnya bicara.
“Cey…cey…..anak siapa sih lo?? Baik banget…” Risa
geleng-geleng kepala.
“Chill…coba lo kasih tau sama nih anak bungsu kita….tentang
bos lo itu…” Mindy menoleh ke arah Chilla.
“Cey,…Pak Nick itu…kalau yang namanya udah ibu Elaire yang
minta, susah nolaknya…ga bakal ditolak malahan,,,jadi kayaknya kamu harus
siap-siap menyerah kalah deh…” sahut Chilla tidak sampai hati dia membayangkan
hardikan keras Nick yang akan menghujani Arcey.
Arcey diam. Dalam hati dia tetap berkeyakinan kalau
projectnya kali ini akan berhasil. Di kantor, di rumah dan dimanapun ia
menyerahkan segenap waktunya untuk membuat projectnya. Arcey tidak terlalu
berharap projectnya diterima, paling tidak dilirik sebentar oleh Nick pun tak
jadi masalah.
Hari presentasi yang ditunggu pun tiba. Semua project harus
masuk paling lambat pukul 16.00. Setelah jam tersebut, kesempatan ditutup.
Hujan deras menghambat perjalanan Arcey. Dia menyalahkan diri sendiri karena
lupa membawa projectnya ke kantor tadi pagi dan baru ingat pada pukul 2 siang. Semalam
ia mengerjakan sampai pagi, tak sempat sarapan pula. Arcey tiba kembali untuk
memasukkan project pada pukul 16.10. Lewat 10 menit dari waktu yang ditentukan.
Chilla tidak bisa berbuat apa-apa, karena semua project sudah masuk ke ruangan
Nick. Biar Arcey memohon sekalipun, Chilla tetap tidak bisa memasukkan project
Arcey.
“Mbak Chilla, tolong saya dong mbak….” pinta Arcey memelas.
“Nggak bisa, Cey…kamu kan
tahu gimana Pak Nick…” Chilla menatap Arcey iba.
“Tapi, mbak…..” Arcey belum selesai berkata-kata ketika Nick
keluar dengan wajah batu.
“Pak….” Chilla jadi serba salah.
Nick menatap Arcey yang basah kuyup karena kehujanan. Tapi
mukanya tetap sama, tak ada perubahan. Tidak lama kemudian, datanglah Elaire
dengan suara manjanya. Wajah Nick tetap tidak berubah.
“Halo honey….maaf ya….aku telat…ini, aku mau masukin project
adikku…” seru Elaire manja.
“Maaf bu…penerimaan project su…..” belum selesai Chilla
berkata, dipotong langsung oleh Nick, “ bawa project Elaire ke meja saya,
Chilla…..”.
Chilla tidak banyak berkata-kata lagi, ia mengambil project
Elaire dan membawanya masuk ke ruangan Nick.
“Pak Nick…..”, Arcey memberanikan diri bicara.
Nick menoleh ke arah Arcey dan Elaire juga.
“Maaf, pak… saya terlambat..tapi bolehkah…..” belum selesai
Arcey bicara, dijawab dengan kasar… “Tidak…kamu terlambat…”
“Tapi, pak…ibu Elaire juga terlambat, tapi kenapa masih…..”
Arcey tak melanjutkan kata-katanya melihat sikap dingin Nick.
“Maaf, pak…” Arcey menunduk.
Elaire mendengus, “jangan samakan dirimu dengan aku!!”
Arcey menatap kepergian Nick dan Elaire.
“Sabar, Cey…” ucap Chilla prihatin.
“Mbak…saya sudah buat project ini sebulan tanpa henti,
mbak…tapi kenapa dilirik pun tidak….” Arcey mulai menangis.
“Sabar, Cey….” Hibur Chilla.
“Terima kasih, mbak….” sahut Arcey dan kemudian berlalu pergi. Chilla memandang
dengan tatapan penuh iba.
Ayah dan ibu tidak tahu harus berkata apa melihat Arcey
dengan sedih pulang ke rumah. Ayah dan ibu sudah menduga semua projectnya
gagal. Mereka ingin menghibur Arcey, hanya bingung saja bagaimana harus
menghiburnya. Dibiarkannya Arcey melamun dalam kesedihan, karena merekapun tak
tahu harus berbuat apa.
“Marco!!!” pekik Arcey senang.
“Cey….!!!” Marco pun tak dapat melukiskan kebahagiaannya.
“Ngapain disini….?” tanya Arcey.
“Ih, kamu yang ngapain?? Aku disini diajak kakak angkatku
untuk presentasi project” sahut Marco.
Hal yang tidak diduga-duga. Marco ternyata diangkat menjadi
anak keluarga Samin. Hal yang tidak disangkanya juga, kalau Marco-lah
pesaingnya dalam memenangkan project ini. Tepat pukul 12 siang presentasi
selesai, tapi sikap Marco siang ini sangat berbeda dengan Marco yang disapanya
tadi pagi. Berbeda dengan Marco yang dulu sering bermain bersama dirinya dan
Tania. Kali ini ia bersikap seolah-olah tak mengenali Arcey. Arcey bingung
dengan sikap Marco. “Maaf, Cey….aku tidak bisa mengaku kalau aku anak dari
panti seperti dirimu…Elaire akan membuat kamu lebih sengsara lagi bila ia
mengetahui kamu, sahabatku adalah pesaingku. Ia bukan orang yang baik,
Cey..jadi, daripada nanti dia bertindak tidak baik kepadamu adalah lebih baik
bila kita tidak saling kenal…” bisik Marco dalam hati.
Pertemuan dengan Marco saat presentasi adalah kali terakhir
Arcey melihatnya. Entah kenapa, menurut Chilla, Marco memutuskan menunda
projectnya dan memilih kuliah Master di Amerika. Tidak ada yang tahu motif
kepergian Marco selain Marco sendiri. “Maafkan aku, Cey…pergi tanpa pamitan
kembali….Bila kepergianku bisa membuat Arcey memenangkan mega proyeknya, maka
aku adalah orang yang paling bahagia yang pernah ada di muka bumi ini…” seru
Marco dalam pesawat yang membawanya terbang ke Amerika.
Arcey bahagia telah mengetahui kehidupan Marco di keluarganya
yang baru. Dia juga mendengar sekarang Tania telah hidup mandiri sambil
sesekali menengok bunda Nia. Ingin rasanya berada di pelukan bunda Nia,
menceritakan segala yang ada di dalam hatinya. Tapi, untuk sekarang ini hal
tersebut tidak mungkin dapat dilakukan karena keterbatasan financial. Arcey tak
ingin membuat bunda sedih ataupun memikirkan keadaannya, Arcey ingin bunda
selalu mengetahui kalau Arcey bahagia dengan keluarga barunya.
Arcey berusaha mencari jalan agar projectnya bisa masuk
kualifikasi. Berkat usaha dan penantiannya, akhirnya kesempatan itu datang
juga. Agar tidak lagi melakukan kesalahan yang sama, sehari sebelumnya Arcey
telah menitipkan projectnya pada Chilla. Hari yang ditunggu pun tiba, hari
presentasi project. Tibalah giliran Arcey, dengan begitu semangat Arcey berdiri
untuk memulai presentasinya. Terlihat olehnya perubahan wajah Nick yang tiba-tiba
mulai tak bersahabat. Belum selesai kalimat pembuka presentasinya, Nick
langsung berujar.. “cukup…hentikan…selesai…ditolak!!!”
Arcey kaget dan berkata, “ tapi, pak….?”
“Tidak ada tapi-tapian…” seru Nick tegas sambil berdiri.
“Bapak dengar dulu hasil presentasi saya…” Arcey masih
mencoba berusaha.
“Saya tidak mau dengar…” ucap Nick tajam.
“Tapi, pak…” Arcey masih mencoba berkata-kata.
“Kamu itu terlalu banyak tapi…tapi….dasar tak berguna!!!”
hardik Nick.
“Pak, tolong beri saya kesempatan…” pinta Arcey lagi.
Nick tetap bergeming. Ia tak peduli walau Arcey meminta dan
meminta kesempatan diberikan padanya. Arcey hanya terdiam membisu, tak tahu
harus berkata apa lagi, karena Nick tetap pada keputusannya tidak akan memberi
kesempatan pada Arcey.
Elaire yang ada disitu tersenyum puas. Ia akan memenangkan
project itu. Chilla hanya menatap Arcey dengan pandangan iba. Arcey masih
mencoba meluluhkan hati Nick,tapi Nick tetap tak peduli.
Ada
berita mengagetkan pagi ini. Project Elaire diterima dan itu artinya ia akan
membuat sebuah mal dilengkapi dengan kondominium elite di kawasan Malang. Ya…di kawasan
tempat panti bunda Nia. Arcey menghubungi bunda Nia yang sedih hatinya
mendengar kabar penggusuran itu. Tak ada yang dapat dilakukan Arcey selain
mendapat tanda tangan Nick untuk membatalkan project itu.
Arcey menunggu sampai Nick pulang, tapi Nick tak
mempedulikannya. Ia berusaha menemuinya di lobi, Nick malah mengacuhkannya.
Project itu memang belum direalisasikan dalam waktu dekat ini, karena harus
mengurus segala macam izin, dll tapi setidaknya sudah ada kepastian bahwa akan
dibangun dalam setahun ke depan.
Pada saat yang ditentukan, keluarga Wirajaya tetap tidak bisa
membayar hutang. Keluarga Ardhanawiga berencana membawa kasus ini ke
pengadilan. Arcey memohon kepada Pak Ardhanawiga untuk memberi kesempatan,
bahkan dia rela tidak digaji asal ayah tidak dibawa ke kursi pesakitan. Salah
satu kerabat Ardhanawiga mengatakan, harus ada jaminan kalau Arcey bersedia
untuk membayar hutang dan itu artinya ada perjanjian selama setahun dimana
Arcey harus menikah dengan Nick dan berakhir setahun kemudian. Arcey terdiam
dan kaget mendengarnya, begitu juga Nick dan Elaire. Hal tersebut menambah
benci Elaire terhadap Arcey.
Ayah dan ibu tidak bisa berkata apa-apa, begitu juga Arcey.
Akhirnya, cerita sinetron pun dimulai. Keduanya mau tidak mau setuju memenuhi
perjanjian itu. Tidak banyak yang tahu tentang pernikahan semu ini, hanya
keluarga dekat saja yang tahu. Arcey pun pindah dari rumah sederhana Wirajaya
ke rumah mewah Ardhanawiga. Ingatannya kembali ke masa lalu, ke masa hidupnya
bagai dongeng.
Pertama kali memasuki rumah itu, Arcey diperlakukan layaknya
orang asing yang tidak diharapkan. Ia tidur di dalam gudang kotor yang hanya
dialasi oleh ubin dingin. Arcey sedih sekali, tapi ia tak pernah menceritakan
hal itu kepada ayah dan ibu. Setelah seminggu tinggal di gudang, Arcey
ditempatkan di samping kamar pembantu, tanpa kasur dan selimut…hanya beralaskan
keramik dingin. Arcey mengalasinya dengan kertas koran yang dimintanya dari
Mbok Minah yang sayang padanya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan untuk datang,
jadi sesekali Arcey yang mengunjungi mereka. Bapak dan Ibu Ardhanawiga tidak
begitu peduli dengan kehadiran Arcey. Di rumah itu juga tinggal Om dan tante Nick yang juga tidak menyukai Arcey. Nenek
juga tidak menyukai Arcey awalnya, tapi seiring waktu, Nenek mulai menyukainya.
Arcey gadis yang baik dan ceria, Nenek sangat menyukai cara Arcey bercerita
menghiburnya.
Masalah project belum selesai, ayah kembali ditipu temannya
dan seluruh tabungan ludes. Ayah shock dan masuk rumah sakit. Ayah memerlukan
dana 10 juta untuk operasi dan harus ada malam ini. Ibu hanya menangis tidak
tahu harus berbuat apa. Arcey bingung, minta tolong kepada siapa, teman-teman
kuliahnya pastinya belum ada yang bekerja untuk dimintai tolong, Marco di
Amerika, bunda Nia?? Ah, tak ingin dia mengganggu bunda Nia dengan masalahnya.
Satu-satunya harapan Arcey adalah Nick. Minta tolong sama nenek, nanti nenek
bisa salah kaprah mengenai kedekatan mereka. Akhirnya Arcey memberanikan diri
untuk minta tolong pada Nick.
Sejak hari pernikahan mereka sampai hari ini sudah tiga bulan
berlalu, Nick tidak pernah bicara sepatah katapun pada Arcey. Sebenarnya ada
perjanjian dimana Arcey tidak boleh minta apapun menyangkut dengan uang dan
keluarganya. Arcey melihat kamar kerjanya masih menyala lampunya sehingga ia
memberanikan diri untuk mengetoknya. Tidak ada jawaban, akhirnya Arcey masuk.
“Maaf….” Belum selesai Arcey berkata langsung dipotong Nick “
ada apa?”
Ragu-ragu Arcey berbicara, “aku mau minta to……” yang langsung
disambar oleh Nick, “Minta tolong apa? Minta pinjam uang? Karena ayahmu masuk
rumah sakit dan harus operasi kalau tidak operasi akan lumpuh???” seru Nick
ketus.
“Iya…” sahut Arcey.
“Kamu pikir kamu itu siapa? Berani-beraninya minta seperti
itu….” dengus Nick.
“Tapi aku akan ganti, Nick….”seru Arcey lagi.
“Ganti?? Ganti pake apa? Hidupmu udah susah kok malah bilang
mau ganti!!!” seru Nick tajam.
“Pasti aku ganti, kalau tidak, aku bersedia tidak digaji
sampai hutangku lunas” Arcey masih berusaha melunakkan hati Nick.
Nick menoleh hendak menghardik Arcey tatkala Elaire masuk.
“Heh, ngapain kamu disini?” hardiknya kasar.
Arcey kaget melihatnya. Seketika keringat dingin mengucur ke
seluruh telapak tangan Arcey. Jika Elaire tahu ia mau berhutang pada Nick, hal
itu akan diberitahukan kepada seluruh keluarga Ardhanawiga dan Arcey tidak bisa
membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi. Arcey hanya diam. Tak mendapatkan
jawaban, tak menyurutkan niat Elaire untuk bertanya pada Nick. Arcey kaget
sekali, ia berharap Nick tidak mengatakan maksud dan tujuannya untuk datang ke
kamar kerja Nick. Karena dalam perjanjian tertulis, sekali saja Arcey berniat
berhutang pada mereka, maka rumah sederhana mereka akan disita. Nanti dimana
ayah dan ibu akan tinggal?
Arcey hanya menunduk lemas dan berharap Nick tidak
mengatakannya pada Elaire. Nick pun dengan kesal menjawab : “Dia…mau aku….”
Nick tak melanjutkan kata-katanya ketika melihat Arcey menatapnya dengan
tatapan menghiba… “Dia datang karena kupanggil, kerjaannya banyak yang tidak
beres….” lanjut Nick lagi. Arcey kaget mendengar kalimat Nick barusan. Nick
tidak mengatakan bahwa dia ingin berhutang. Setelah beberapa saat Elaire
akhirnya pergi.
“Nick, terima kasih telah membela saya…..” kata Arcey
“Aku hanya tidak ingin ribut-ribut, masih banyak kerjaan…jadi
jangan kamu pikir aku belain kamu….” seru Nick dengan sikap tak peduli.
“Apapun itu, terima kasih telah membantu aku….aku janji,
sejak saat ini sampai nantinya, aku tidak akan minta apa-apa lagi, aku akan
memenuhi perjanjian awal kita…aku tidak akan minta sesuatu untuk kepentingan
keluargaku maupun diriku sendiri…” sahut Arcey.
Nick tidak menjawab hanya menyuruh Arcey pergi. Sepeninggal
Arcey, Nick kembali merenungi kejadian barusan. Sudah lama rasanya dia tidak
melihat Arcey, meski satu rumah, Arcey tidak pernah menampakkan dirinya.
Biarpun ke kantor yang sama, tapi kalau pergi ataupun pulang, tidak pernah
bersama. Ada
suatu rasa yang tiba-tiba datang ke dalam diri Nick. Rasa dimana ia melihat
tatapan menghiba Arcey dan dia iba….Nick menghalau segala bayangan yang
merasuki pikirannya dan mulai berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Arcey bingung, harus pergi kemana untuk meminjam uang. Ia
membelai Sooby anjing kecilnya. Keluarga Ardhanawiga tidak begitu menyukai
Sooby. Akhirnya keputusan berat pun dibuat oleh Arcey, ia menjual Sooby dan
menangis menatap Sooby yang ditinggalkannya di pet shop. Tapi, hasil penjualan
Sooby masih kurang, dan dengan terpaksa ia meminjam uang pada rentenir Om Naro
dengan bunga yang sangat tinggi. Tak ada yang dapat dilakukan Arcey selain
menerima tawaran Om Naro. Operasi berhasil dilaksanakan sehingga ayah bisa
kembali pulang ke rumah. Sekarang Arcey yang pusing memikirkan membayar hutang
kepada Om Naro.
Malam minggu di rumah, bapak, ibu, om, tante dan nenek
menghadiri acara resepsi pernikahan kerabat mereka. Nick tidak ikut dikarenakan
ada janji dengan Elaire yang akhirnya batal karena Elaire harus segera mengurus
beberapa proyeknya di luar kota.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Hanya ada Mbok Minah, Pak Amdan dan kedua
anaknya Rano dan Sida yang bekerja di rumah keluarga Ardhanawiga. Nick keluar
dari meja kerjanya dan melihat suasana rumah yang sepi. Biasanya dia mendengar
suara Sooby, anjing Arcey yang tidak disukainya, tapi kali ini entah mengapa
dia ingin sekali mendengar suara Sooby. Dan setelah ia mengetahui dari Mbok
Minah kalau Sooby dijual oleh Arcey, ia berniat untuk mencari dan bertanya pada
Arcey.
Nick berjalan berkeliling dan melihat Arcey di tepi kolam
renang sambil melamun. Ingin ditegurnya, tapi ia melihat raut kesedihan di mata
Arcey.
“Ngapain kamu disini?” tegur Nick akhirnya.
Arcey kaget melihat Nick, “hanya duduk saja…” sahut Arcey
sambil tersenyum menutupi kesedihan hatinya. “Kamu nggak pergi sama Elaire?”
tanya Arcey lagi.
“Tidak” jawab Nick singkat.
Arcey bingung mau berkata apa lagi. Belum pernah ia
bercakap-cakap dengan Nick. Selama ini Nick selalu marah dan menghardiknya.
“Mana Sooby?” tanya Nick lagi.
Arcey mengeryitkan dahi tak mengerti. “Ehm, mungkin
pertanyaannya diganti, kenapa Sooby kamu jual?” tanya Nick lagi.
“Tidak kenapa-kenapa” sahut Arcey lagi karena bingung harus
menjawab apa.
“Kok tidak kenapa-kenapa dijual?” tanya Nick.
“Ya tidak apa-apa…nanti kan bisa dibeli lagi….” seru Arcey.
“Di jual buat biaya operasi ayahmu ya? Memang uangnya cukup?”
tanya Nick lagi.
Arcey tidak menjawab. Ia bingung harus berkata apa lagi.
Tidak mungkin ia mengatakan bahwa Sooby dijual untuk menambah biaya operasi
ayah serta obat-obatannya. Nick melihat perubahan di wajah Arcey dan entah
mengapa ia tak ingin bertanya lebih lanjut lagi. Ada suatu rasa…mungkin rasa kasihan yang
membuat Nick tidak ingin melanjutkan lagi pertanyaannya mengenai Sooby. Sejenak
mereka terdiam.
“Bagaimana kalau kita main??” Arcey mencairkan suasana yang
beku.
“Main? Main apa?” tanya Nick.
“Scrable” jawab Arcey lagi.
Malam minggu dihabiskan dengan bermain Scrable. Nick melihat
sisi lain dari Arcey, melihatnya tertawa gembira. Sesuatu yang tidak pernah
dilihat Nick atau karena Nick enggan untuk mengetahuinya. Masih terbayang dalam
angan-angan Nick tentang kebersamaannya yang singkat bersama Arcey. Ingin
rasanya dia berlama-lama dengan Arcey, tapi klakson mobil yang terdengar
membuat Arcey menyudahi permainannya.
Nick menghela napas panjang, bukan salah Arcey kalau ia
begitu membenci keluarga Wirajaya, bukan salah Arcey sehingga ia ingin
membalaskan semua dendam keluarganya kepada keluarga Wirajaya. Keluarga
Wirajaya yang membuat kakeknya harus pergi karena memikirkan utang menumpuk
yang dananya dikorupsi oleh Ardi Wirajaya. Arcey hanyalah sebagai mediator
untuk menumpahkan segala kekesalan yang menumpuk.
Project di Malang
akan dilaksanakan bulan depan dan sampai hari ini Arcey belum juga mendapat
tanda tangan Nick untuk pembatalan kontrak itu. Ia ingat, Nick akan memberikan
tandatangannya jika ia berhasil menyalin buku 1000 halaman dalam tulisan tangan. Arcey tidak menyerah, ia
senantiasa tetap menuliskannya, meski 100 halaman pun belum tersentuh. Arcey
tak putus asa. Demi bunda Nia dan teman-teman yang ada di panti, jangankan
seribu, sepuluh ribu pun akan dilakukan agar mereka tetap memiliki tempat
tinggal.
Hari ini Arcey tidak ingin bertengkar lagi masalah
projectnya. Ia sudah tidak memiliki semangat lagi untuk meraih keinginannya.
Pikirannya dikejar-kejar oleh hutang kepada Om Naro yang sudah dua kali lipat
banyaknya, memikirkan panti tempat bunda Nia tinggal, memikirkan ayah yang
masih butuh dana untuk berobat dan masih banyak hal lain yang mengganggu
pikirannya. Nick menatap Arcey dari kejauhan. Nick melihat Arcey banyak
melamun, hanya ia tak ingin bertanya. Ingin ia kembali mengakrabkan diri
seperti waktu malam minggu kemarin, tapi rasa-rasanya hal itu tak mungkin
dilakukan di kantor. Arcey sibuk dengan pikirannya sendiri dan ia membulatkan
tekad untuk menjual rumah sederhana mereka.
Ayah dan ibu sedih berpisah dengan rumah sederhana mereka
untuk tinggal di rumah kontrakan kecil. Tapi ayah dan ibu bisa mengerti kondisi
mereka saat ini. Setelah hutang kepada Om Naro yang semakin menggunung lunas
seharga setengah dari penjualan rumah sederhana mereka, Arcey mengontrakkan
mereka rumah kecil sambil menata kembali hidup baru mereka. Nick tidak banyak
berkomentar ketika mengetahui rumah sederhana Wirajaya di jual. Arcey masih
tetap setia membayar hutang keluarganya dari gajinya. Ia juga minta izin kepada
ayah dan ibu untuk mempergunakan sebagian penjualan rumah mereka untuk membantu
bunda Nia yang disetujui oleh ayah dan ibu. Bunda Nia tak tahu harus berkata
bagaimana menerima bantuan Arcey. Arcey pun menangis dan berkata ia tak tahu
harus berjuang seperti apa lagi untuk mempertahankan panti. Bila memang harus
dilebur biarlah dilebur.
Nick belum pernah melihat Arcey sesedih hari ini. Sesekali ia
melihat apa yang sedang dikerjakan Arcey dan terkejut melihat Arcey masih
menyalin buku 1000 halaman itu.
“Ehm,…” terdengar suara Nick mengagetkan Arcey.
“Ada
apa, Nick?” tanya Arcey kaget.
“Kenapa sih kamu itu begitu ingin mempertahankan panti itu?”
tanya Nick.
Arcey terdiam. Ingin rasanya ia menceritakan segalanya. Tapi
ia sudah berjanji pada ayah dan ibu tidak memberi tahu asal usulnya. Arcey
hanya tersenyum, lalu berkata : “kalau aku butuh uang 200 juta, apa kamu mau
memberikannya padaku?”
“Hah? Untuk apa?” tanya Nick.
“Untuk aku…” jawab Arcey.
“Iya, tapi untuk apa?” tanya Nick lagi.
Arcey hanya tersenyum. Nick menyukai senyum Arcey. Ingin
rasanya ia melihat Arcey tersenyum seperti itu.
“Tidak untuk apa-apa…hanya bertanya…” sahut Arcey lagi.
“Ibu harus menjalani pencangkokan sumsum tulang belakang
secepat mungkin. Karena kalau tidak…..” dokter Annie tidak melanjutkan
kata-katanya lagi. Arcey sudah mengerti dan tak perlu lebih mengerti lagi.
Kalau dulu ia dilahirkan dengan kelahiran yang tak diharapkan, kini ia pun
ingin pergi dengan tiada yang mengharap padanya. Arcey butuh 200 juta untuk
menyembuhkan dirinya dari penyakitnya, namun, darimana ia mendapatkan uang itu?
Teringat olehnya villa satu-satunya yang masih dimiliki oleh keluarga Wirajaya
dan semua perhiasan yang dikumpulkan selama ia masih tinggal dalam dongeng
indah. Ayah dan ibu ternyata masih menyimpan harta lain dalam bentuk deposito
atas nama Arcey dan Arcey menjual seluruhnya, mencairkan depositonya dan
memberikan uangnya pada Nick untuk melunasi seluruh hutangnya. Tidak ada lagi
harta yang ditinggalkan, karena semuanya sudah lunas. Arcey tak ingin
kepergiannya membebani ayah dan ibu. Arcey ingin ia pergi dengan damai dimana
tak ada lagi beban hidup untuk ayah dan ibu.
Nick terkesima menerima pembayaran hutang Arcey. Yang lebih
mengagetkan lagi, Arcey mengundurkan diri dari perusahaan Nick. Arcey ingin
hari terakhirnya dihabiskan dengan kedamaian. Untuk sementara waktu, ayah dan
ibu yang tidak mengetahui penyakit Arcey akan tinggal di Malang di panti penampungan yang baru. Waktu
setahun telah habis. Arcey akan segera meninggalkan keluarga Ardhanawiga yang
selama setahun ini menjadi keluarganya. Semua keluarga Ardhanawiga mau tidak
mau harus mengakui kehilangan Arcey. Nenek adalah orang yang paling sedih
berpisah dengan Arcey. Arcey memberikan kenang-kenangan pada semua penghuni
rumah Ardhanawiga.
Arcey menyusun pakaian ayah dan ibu untuk di bawa ke Malang. Ia juga membelikan
beberapa potong pakaian baru untuk ayah dan ibu.
“Cey….nggak usah buang-buang uang untuk semua ini, nak…” kata
ibu.
“Tidak apa-apa, bu…” sahut Arcey.
“Nak, nanti buat hidup kamu di Jakarta apa?” tanya ayah.
“Arcey sudah persiapkan, yah…ayah tidak perlu khawatir….” sahut
Arcey menenangkan.
Arcey menatap kepergian ayah dan ibu menuju panti tempat bunda
Nia berada. Yang mengagetkan adalah berita dari bunda Nia yang mengatakan panti
tidak jadi digusur karena proyeknya dibatalkan.
Arcey bahagia sekaligus penasaran. Tidak ada yang bisa
membatalkan proyek itu kalau bukan Nick sendiri. Bergegas Arcey mengunjungi
kantor Nick, tapi yang dilihatnya Elaire sedang marah tak menentu begitu juga
Nick. Mereka bertengkar hebat dan sepertinya rencana pernikahan mereka akan
tertunda. Kemudian, ia melihat Elaire berlari ke luar ruangan Nick dan Nick
hanya berdiam diri. Arcey ingin secepat mungkin menghilang, tapi ia sudah
terlanjur terlihat oleh Nick. Nick begitu senang dengan kedatangan Arcey tapi
begitu heran melihat muka pucat Arcey.
“Kamu sakit, Cey…?” tanya Nick. Itulah pertama kali Nick
memanggil namanya.
“Tidak…hmm, aku ke sini mau berterima kasih kamu telah
membatalkan penggusuran panti di Malang,
sekali lagi terima kasih” sahut Arcey pucat.
Nick tidak pernah melihat Arcey sepucat itu. Tapi belum lagi
ia bicara, Arcey sudah minta diri untuk pergi. Ketika Nick bertanya dimana
tempat tinggalnya, Arcey berbohong dengan berkata, ia masih tinggal di rumah
kontrakan bersama dengan kedua orang tuanya.
Arcey dirawat di rumah sakit tempat dimana ia berencana untuk
mengakhiri kisah dongengnya. Kini kebahagiaan mulai menunjukkan sinarnya.
Segala beban hilang. Bunda Nia, ayah, ibu dan teman-temannya menangisi
kepergian Arcey. Kepergian yang tidak pernah disangka-sangka. Kepergian yang
membawa berbagai kenangan akan keriangan Arcey.
Nick tidak tahu mengapa malam itu ia ingin menghubungi Arcey,
ia menatap pemberian Arcey yang terakhir yaitu sebuah aksesoris kaca yang bila
di tekan tombolnya terdengar suara musik. Ia berada di rumah sakit tempat
dokter Annie praktek saat Elaire kecelakaan karena Nick membatalkan pernikahan
mereka. Di saat yang sama, dokter Annie yang tidak tahu menahu tentang
perpisahan Nick dan Arcey, berkata : “Nick, yang sabar ya….” Nick mengira
dokter Annie membicarakan Elaire.
“Iya, dok…padahal saya sudah bilang sama dia supaya tidak
terlalu memikirkan pembatalan itu…” kata Nick.
“Saya malah bingung, Nick…kamu sekaya ini, masih saja Arcey
bilang dia nggak punya biaya buat operasi…” sahut dokter Annie sambil
geleng-geleng kepala.
“Maksud, dokter?” tanya Nick bingung.
“Iya, padahal saya sudah bilang sama Arcey, apalah arti 200
juta bagi Nick Ardhanawiga, dibandingkan semuanya…tapi ya sudahlah, semua sudah
berlalu….biarlah ia tenang di surga….” kata-kata dokter Annie mengagetkan Nick.
“Maksud dokter bagaimana??” tanya Nick tak sabar.
“Loh?” giliran dokter Annie yang bingung.
“Tolong jelaskan sama saya, dok…” pinta Nick.
“Memang kamu tidak tahu?” tanya dokter Annie lagi.
“Tahu apa, dok? Bagaimana saya bisa tahu kalau dokter tidak
memberitahu saya?” seru Nick lagi.
Dokter Annie jadi bingung, “saya pikir kamu tahu…”
Dokter Annie menjelaskan semuanya pada Nick dan mendadak Nick
duduk terpaku dan membisu. Kini ia mengerti mengapa dulu Arcey pernah bertanya
tentang uang 200 juta kepadanya, kini ia tahu mengapa wajah Arcey begitu pucat
saat ia terakhir kali bertemu dengannya di kantor. Nick pergi meninggalkan
rumah sakit meninggalkan dokter Annie yang kebingungan dan meninggalkan Elaire
yang sedang di rawat. Ia tak perduli pada dokter Annie. Ia marah, mengapa
dokter Annie tidak memberitahukannya. Ya, mungkin dokter Annie mengira ia telah
mengetahui semuanya. Dan Arcey, Arcey tidak memberitahunya karena tahu Nick
takkan peduli padanya. Dulu, waktu Arcey mau pinjam 10 juta saja, Nick tidak
memberikan, apalagi 200 juta. Keluarga Ardhanawiga terutama nenek sangat shock
mengetahui kejadian yang menimpa Arcey. Penyesalan selalu datang terlambat.
Hanya karena dendam semata, Arcey yang tak bersalah menjadi korban dari
ketidakadilan mereka.
Malam ini, kembali Nick memikirkan apa yang telah
dilakukannya selama ini terhadap Arcey. Ingatannya kembali pada saat ia menolak
project Arcey yang terlambat dimasukkan, padahal project Elaire yang datang
sesudahnya diberi dispensasi. Teringat juga dengan gigihnya Arcey menunggunya
sampai pulang, menunggu di lobi bahkan berdiri berjam-jam di luar ruang meeting
untuk minta tanda tangannya yang tidak pernah digubris. Teringat pula setiap
hari mereka ke kantor yang sama dan kembali ke rumah yang sama, tapi tidak
pernah sekalipun pergi atau pulang bersama. Teringat ketika hujan dan waktu
sudah menunjukkan pukul 9 malam, dimana ia dan Arcey masih berada di kantor.
Nick menunggu Elaire dan pulang dengannya tanpa mempedulikan Arcey yang masih
menunggu hujan berhenti di lobi. Ia melihat tatapan tulus di mata Arcey yang
selalu tak dipedulikannya. Teringat ketika Arcey meminta pertolongannya dan ia
dengan tak segan menolaknya, kemudian ketika Arcey yang karena hujan terlambat
pulang ke rumah dan tidak diperbolehkan masuk dan ia harus menunggu di luar
dengan hujan lebat, basah kuyup sampai pagi, Arcey yang tidur di gudang dan
kemudian di samping kamar pembantu dengan beralaskan koran bekas, Arcey yang
turut memberi ide untuk acara pernikahannya dengan Elaire setelah masa satu
tahun mereka berakhir, tentang menyalin buku 1000 halaman untuk mendapatkan
tanda tangannya yang tidak juga diberikan sampai hari ini dan berbagai kejadian
lainnya.
Minggu ini Nick menatap nisan Arcey. Terlihat jelas wajah
Arcey dalam bayangannya. Ia telah menyia-nyiakan Arcey yang telah begitu baik
padanya. Kini, Nick mengerti mengapa Arcey begitu amat berjuang mempertahankan
panti. Panti tempatnya bernaung semasa kecil.
Dalam ruang kerja, Nick menatap lembaran kertas yang ditulis
tangan oleh Arcey. Lembaran kertas untuk menyalin buku 1000 halaman yang belum
diselesaikan. Di usapnya lembaran kertas tersebut. Ditatapnya berbagai bentuk
aksesoris pilihan Arcey untuk pernikahannya dengan Elaire. Elaire yang sakit
hati karena Nick membatalkan pernikahannya, dibawa keluarganya menetap di
Amerika. Tidak ada kisah lain yang dapat menghapuskan kesedihan di hati Nick.
Menyesal pun tiada berguna. Kini ia hanya berdoa, semoga Arcey mendapatkan
tempat terindah di surga sana.
“Ketika sang putri
bertemu dengan pangeran pujaan hatinya, hiduplah mereka bahagia selamanya….”
Jakarta, 9 Februari 2012