Friday, March 2, 2012

Belajar dari Awan

Hari itu satu pekan panjang yang penuh dengan kesibukan mengajar keliling
negeri telah kulewati sekali lagi. Seperti biasa aku ingin menikmati situasi
santai dalam penerbangan pulang, membaca yang ringan-ringan, bahkan
memejamkan mata beberapa menit bilamana sempat. Kendatipun demikian, aku
mencoba menerima apa pun yang akan terjadi.

Maka biasanya aku mengucapkan doa pendek berikut: Siapa pun yang
Kautakdirkan duduk di sebelahku, biarlah ia seperti apa adanya, dan bantulah
aku agar dapat menerima apa pun yang tersedia bagiku.

Pada hari yang khusus ini, ketika aku masuk ke dalam pesawat, ternyata
seorang anak kecil, sekitar delapan tahun, duduk pada kursi dekat jendela di
sebelahku. Aku menyukai anak-anak. Namun, aku sedang merasa lelah. Naluri
pertamaku adalah, 'Apa boleh buat, aku tak tahu nasibku kali ini.' Dengan
berusaha bersikap ramah, aku menyapanya dan mengajaknya berkenalan. Ia
menyebutkan namanya, Bradley. Kami langsung mengobrol dan, hanya dalam
beberapa menit, ia menaruh kepercayaan kepadaku, dengan berkata, "Ini
pertama kali saya naik pesawat. Saya agak takut."

Ia bercerita kepadaku bahwa ia dan keluarganya baru menjenguk
sepupu-sepupunya, dan ia diminta tinggal lebih lama sedangkan orangtuanya
pulang terlebih dahulu. Kini ia pulang sendirian, dengan pesawat terbang.

"Naik pesawat itu keciiil," kataku, berusaha menumbuhkan keyakinannya.

"Mungkin dapat dianggap salah satu yang paling mudah di antara yang pernah
kaulakukan." Aku diam sejenak, untuk berpikir, dan kemudian aku bertanya
kepadanya, "Pernahkah kau naik roller coaster?"
"Saya senang naik roller coaster!"
"Pernahkah kau menaikinya tanpa berpegangan?"
"Oh, ya. Saya seneng sekali." Ia tertawa. Sementara aku berpura-pura
ketakutan.

"Pernahkah kau naik di depan?" tanyaku lagi dengan wajah pura-pura merasa
ngeri.
"Ya. Saya selalu berusaha mendapatkan tempat duduk paling depan!"

"Dan kau tidak merasa takut?"
Ia menggelengkan kepalanya, tampaknya ia kini telah merasa berhasil
mengimbangi aku.

"Sesungguhnyalah, penerbangan ini tidak seberapa dibanding naik roller
coaster.
Aku tidak berani naik roller coaster, tapi aku tidak takut sama sekali bila
naik pesawat terbang."

Seulas senyum mulai tampak pada wajahnya, "Betulkah itu?" Aku dapat melihat
bahwa ia mulai berpikir bahwa mungkin ia memang pemberani.

Pesawat mulai ditarik menuju ke ujung landasan. Dan ketika akhirnya pesawat
itu meluncur naik, ia memandang ke luar jendela dan mulai bercerita dengan
sangat bersemangat tentang segala yang dialaminya. Ia mengomentari
bentuk-bentuk awan yang dilihatnya, dan gambar-gambar yang seolah-olah telah
dilukis di angkasa. "Awan yang ini seperti kupu-kupu, dan yang itu kelihatan
seperti seekor kuda!"

Tiba-tiba, aku juga melihat melalui mata seorang anak usia delapan tahun.
Rasanya seolah-olah aku baru pertama kali itu terbang.

No comments:

Post a Comment